Friday, December 6, 2019

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 14)

#JinIslamdiKersek
#BAGIANKEEMPATBELAS
Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 14)
 
Sudah pernah diceritakan, kalau saya hampir menemui ajal, hampir meregang nyawa saat sebuah golok menyambar ke arah leher saya. Gangguan demi gangguan masih banyak lagi, tidak bisa diceritakan semua. Karena, akan membuat bosan para pembaca.  Misalnya, ada yang pernah ditelanjangi tengah malam atau siang, ada yang ditarik dan disembunyikan selimutnya kemudian ditelanjangi, sehingga pada waktu bangun kedinginan, selimut dan baju yang terbang di atas pemiliknya, ada yang kedua lengannya dimasukan ke dalam lobang lengan bajunya sehingga kedua lengannya tidak bisa bergerak.  Ada juga yang dimasukkan ke dalam karung, kemudian lobang karungnya dijahit seperti mengarungi beras.  Santri yang sedang berdzikir, tasbihnya ditarik, Ada yang sedang bersujud, tubuhnya digulingkan sampai tak berkutik, atau ada juga santri sedang sujud tikarnya ditarik sehingga jadi tersungkur.  
 
Yang belum diceritakan adalah banyaknya surat-surat dari jin yang bernama Siti Kolbuniyah itu.  Menulis suratnya di secarik kertas, dengan pensil merah. Pada awal mulanya surat tersebut, tulisannya bukan Bahasa Arab, entah bahasa atau tulisan apa yang dipakainya.  Entah mungkin bahasa atau huruf di negeri Habsyi.  Tulisannya curat-coret tidak bisa dimengerti, dengan ukuran hurup melebihi ukuran hurup di kita.  Hanya, terpikir saja kalau carikan kertas dengan tulisan merah itu adalah sebuah surat.  Jin itu menyimpan yang saya pikir surat itu di bawah bantal yang biasa saya gunakan untuk tidur atau di sarung bantal kecil untuk menancapkan jarum.  Kadang-kadang malah, sarung bantal itu sendiri yang dijadikan korban, ditulisi dengan hurup dan bahasa “Alien” tersebut.  Menjadikan sarung bantal jadi sangat kotor.  Apa yang dituliskan, sama sekali tidak bisa ditangkap maknanya. Sehingga, semua carikan-carikan tersebut saya bakar.  Di kemudian hari saya merasa menyesal, karena surat-surat tersebut bisa dijadikan bukti untuk penulisan kisah nyata ini. Surat-surat tersebut bisa dijadikan bukti otentik, adanya tulisan jin Siti Kolbuniyyah. Mungkin bisa dijadikan bahan penelitian di Chanel History dalam acara Ancient Alient, membuktikan keberadaan mahluk halus.
 
Diakibatkan surat-suratnya sering dibakar, jin itumenjadikan pengganti kertas adalah sarung-sarung bantal.  Mungkin agar, tidak dibakar atau maksudnya ingin agar tulisannya dijadikan perhatian dan dibaca oleh saya.  Saya mengerti apa yang tertulis di carikan-carikan kertas itu bukan sekedar tulisan.  Tapi, tulisan yang mengandung arti atau surat.  Karena begitu seringnya tulisan tersebut muncul di berbagai tempat. Dugaan awal saya, mungkin jin itu mengajak berkomunikasi langsung. Mengajak berdamai atau ada yang ingin disampaikan jin itu kepada saya.  Karena kesal, dengan kotornya sarung bantal yang selalu dicoreti jin itu, sehingga harus mencucinya berulang-ulang.  
 
Akhirnya, saya menuliskan beberapa kalimat. Siapa tahu jin itu membalasnya. Kalimat yang saya tulis: “ Kalau curat-coret kamu di kertas yang dibakar adalah benar sebuah surat yang ditujukan kepada saya. Saya minta, kamu menulis dalam huruf latin atau hurup yang bisa dibaca oleh saya, manusia. Serta bahasa yang dipakai harus bahasa Sunda, karena saya adalah manusia Sunda!” lalu catatan itu diletakan di atas bantal.  Tidak sampai sepersekian detik, entah darimana datangnya,  Muncul sebuah jawaban di secarik kertas dengan tulisan pensil merah, memakai aksara Latin dalama bahasa Sunda.  Tapi, ya ampuuun. Bahasa yang digunakan, bahasa kasar dan berbau porno.  Malahan, makin ke sini, bahasa yang digunakan sangat jorok dan kotor.  Mungkin dia merasa sudah sangat akrab.  Bagaimana isi surat-surat tersebut, nanti di belakang diceritakan.  Sekarang kita tunda dulu.  Saya akan ceritakan, bagaimana upaya selanjutnya saya untuk mengusir jin tersebut, Kotak surat atau brievenbus yang dijadikan tempat menyimpan surat oleh Nyai Siti Kolbuniyah adalah di bawah bantal saya. Saya biarkan sampai menumpuk berupa carikan-carikan kertas. 
 
Saya selalu bertawakal kepada Allah SWT saking ingin bisa mengusir jin tersebut. Adalah percuma, sekalipun dia menyerah kalah tapi tidak minggat dari rumah saya. Tetap akan membuat berabe dan tidak nyaman dalam rumah saya.  Membaca isi suratnya, yang sudah bisa dimengerti karena memakai hurup latin dan bahasa Sunda. Jin itu bercanda sangat keterlaluan.  Saya, sudah kehabisan akal, bagaimana caranya menaklukkan dan mengusir jin kebandelan dan kejahilan jin tersebut. 

Sulitnya, jin itu selalu lebih unggul daripada orang pintar yang akan mengusirnya. Kiai dan Mak Paraji tidak ada yang berdaya. Menyerah karena kesaktian jin tersebut. Akhirnya, saya menyadari. Seharusnya saya hanya berpegang dan berharap kepada Allah SWT bukan kepada sesama mahluk.  Secara pribadi saya bertekad akan melawan habis-habisan. Perang total dengan segala kemampuan diri yang ada untuk melawan jin itu sendiri. Tidak akan meminta bantuan kepada orang lain atau orang pintar lagi.  
 
Bukan, karena tidak percaya dengan ilmu orang lain, bukan takabur.   Bukan menolak bantuan sukarela dari mereka yang peduli dan menyayangi saya. Bukan karena sudah tidak ada lagi yang ingin membantu mengusir jin itu. Tapi murni ingin berusaha sendiri, dengan kemampuan diri sendiri. Tidak melibatkan orang lain.  Karena, awal mula masalah itu muncul, diakibatkan oleh saya.  Saya sendirilah yang harus menyelesaikannya
DESSULAEMAN

Thursday, December 5, 2019

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 13)

#jinIslamdiKeresek
#bagiantigabelas
Mengamuknya Jin di Keresek (Bagian Ketigabelas)

Ku Hasba

Saya terus berusah untuk mengusir jin tersebut. Jin yang sulit untuk diusir, karena tidak ada yang mampu mengusir jin tersebut. Bukan ajian yang tidak sakti, bukan ilmu yang tidak mampu, bukan pula doa yang tidak mempan.  Tapi, karena ilmu jin tersebut lebih sakti, lebih tinggi daripada orang yang merapa ajian atau doa tersebut.

Terbukti sewaktu saya mendatangkan seorang ahli debus dari Cirebon, yang terkenal sakti mandraguna. Orang yang terkenal si pahit lidah, karena ilmunya pasti manjur untuk mengusir setan, iblis ataupun jin.  Dukun yang terkenal ke seluruh daerah, baik di timur atau di barat, di utara atau di selatan.  Semua jin yang digjaya, sering menggoda manusia, berlaku jahil aniaya kepada manusia tidak ada yang berdaya menghadapi semburan air ludahnya.
 
Sanusi, begitulah orang tersbut di panggil, orang pintar dari Tegal Gubug. Terkenal di seluruh daerah bagian utara, beliau adalah tukang menaklukan setan, Iblis dan jin.  Bila Sanusi sudah turun tangan, maka tidak ada satupun setan, iblis dan jin yang  mampu menahan keampuhan ilmunya. Nah, kepada Sanusilah saya barharap dapat mengusir jin yang mendekam dan mengganggu kedamain di pesantren.   

Saat datang ke rumah saya, Sanusi langsung berkata, bahwa kedatangannya adalah lillahita’ala hanya ingin membantu dan mengembalikan kedamaian di pesantren. Kedamaian yang direnggut oleh jin yang ingin membalas dendam atas kematian suaminya (padahal saya tidak ada niat sedikitpun untuk melakukan pembunuhan tersebut). 

Sanusi, langsung melakukan ritual pengusiran jin tersebut.  Dimulai dengan membaca doa, kemudian dia menuliskan surat Alamtaro di daun pintu bagian atas.  Dia menuliskan surat tersebut dengan cara diputus-putus, seperti tulisan-tulisan Arab di isim atau ajimat yang sering dilakukan oleh sebagian orang pada waktu  melakukan ritual Rebo Wekasan.  Isim atau ajimat, yang biasanya dimasukkan ke dalam air, kemudian airnya diminum atua dipakai untuk mencampuri air untuk mandi.  Baru saja Sanusi, menuliskan surat Alamtaro tersebut, belum sampai setengahnya.  Tiba-tiba, terdengar suara jernih dan merdu.  Suara tersebut sangat fasihah dan makroj hurufnya sangat tartil.  Ayat yang dibacakan adalah ayat yang setiap kali akan dituliskan oleh Sanusi di daun pintu.

Dari hal ini saja jelas, bahwa, jin perempuan itu lebih tinggi ilmunya daripada Sanusi.  Terbukti, jangankan takut saat dituliskan ajimah oleh Sanusi. Dia, malah melakukan qiro’at dengan suara yang merdu, lebih faham perihal Al Quran.  Sesat setelah jin tersebut membacakan surat Alamtaro, di depan para hadirin. Entah darimana datangnya, sebuah kertas putih lengkap dengan tulisan warna pensil merah seperti biasanya. Isi surat tersebut, menantang duel kepada saya untuk mengadu ilmu dan kesaktian, mengajak berdebat tentang masalah ilmu yang dua belas. 
“Bila Ustadz (jin itu menyebut saya ustadz) penasaran ingin menjajal ilmu yang Ana miliki dangan ilmu yang ustadz dapatkan dari Ayah ustadz. Baiklah, ayo ustadz mau nanya apa kepada Ana!”

Kesaktian Sanusi dari Cirebon, ternyata tidak mempan mengusir Jin Siti Kolbuniyyah yang mengganggu di rumah saya.  Jin itu malah menantang mengaduk ilmu.  Detik itu juga, Sanusi memohon maaf, sambil tertunduk-tunduk. Menahan malu, dan mengakui kesaktikan dan ketinggian ilmu dari jin tersebut. Tidak lama kemudian Sanusi pamit.  Dia mengatakan jin yang ada di rumah saya, bukan jin sembarang jin, tapi sepertinya  jin santri yang menguasai denga n  baik ilmu agama.  Percuma saja, dia melanjutkan ritual pengusiran dan mengeluarkan ilmu kesaktian untuk melawan jin itu.

Apa yang diucapkan Sanusi tidak salah, sebab kenyataannya Iko, keponakan saya yang pertama kali bermimpi tentang jin Siti Kolbuniyyah, sebelum mengamuk.  Suatu malam Iko, sedang menghafalkan, menalar kita Alfiyah dalam bab Idhofat.  Iko malah sengaja diledek, dan dijadikan candaan oleh Siti Kolbuniyyah.  Ledekan dan candaan yang dilakukan oleh jin tersebut akan membuat terbelalakn orang yang paling cerdas sekalipun. Betapa tidak.  Sekalipun seorang profesor, kalau menalar sesuatu kalau membaca dari atas ke bawah.  Berurutan dari paragraf pertama, lanjut ke paragraf kedua, ketiga dst. Apalagi kalau paragraf tersebut berbentuk Couplet.  Dari bait awal, lanjut ke bait kedua, ketiga dan seterusnya.  semua yang ditalar tersebut harus berurutan, dari kepala baru ke ekor, sehingga susunannya tidak kacau balau. 

Tapi, lain yang dilakukan oleh Siti Kolbuniyyah.  Dia membacakan bait-bait alfiyah dilakukan secara terbalik. Di membacakan mulai dari ekor (bawah) dilanjutkan ke kepala (atas).  Hal tersebut dia lakukan dengan sangat lancar, tidak ada istilah tanggung  atau ragu-ragu (kagok). Tidak tersendat atau jeda sedetikpun. Tertib dan lancar seperti kita membaca biasa, padahal apa yang dilakukan jin itu dilakukan sebaliknya. Siapa orangnya yang bisa melakukan,menalar alfiyah secara terbalik?  Silakan aja coba sendiri, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, tapi dinyanyikan bait-baitnya dari kalimat terakhir kemudian ke kalimat awal. Plus, menyanyikannya harus dalam tempo cepat dan tidak boleh ada jeda. 

Kesimpulannya, jin ini dipastikan adalah jin yang sangat pintar dan cerdas. Ternyata jin juga, kalau sudah pintar tidak tanggung kepintarannya.  Bila cerdas, tidak tanggung kecerdasannya.  Bila jin ingin mengaji, maka dia akan mengaji dengan sungguh-sungguh sampai dia benar-benar mengerti.  Sifat dan kelakuan tersebut adalah karunia dari Illah Robbi yang Maha Suci. Sebaliknya, bila jiin berbuat jahat, maka kejahatannya melebihi kejahatan mahluk lain yang ada di dunia.  Kalau jin itu berbuat jahil atau iseng, makan kejahilan dan keisengannya melebihi kejahilan dan keisengan mahluk yang ada di muka bumi.  Kalau jin menakut-nakuti, maka perbuatan menakut-nakuti orang tersebut akan membuat seorang penakut langsung mendapat gelar almarhum karena serangan jantung mendadak.  Begitupun, bila jin itu menampakan diri dalam bentuk rupa yang cantik jelita, maka kecantikannya akan melebih seorang bidadar sekalipun. (memangnya Ceng Hasan Basry pernah bertemu dengan bidadari? (penulis))

Begiitu pula, bila jin tersebut menampakan diri dalam rupa yang buruk.  Pasti keburukannya, melebih wajah seburuk-buruknya manusia di muka bumi.  Dalam cerita Sunda  ada tokoh yang disebut Carmad, seorang tokoh buruk rupa. Tetapi, bila manusia ditakut-takuti oleh keburukan rupa Carmad tidak akan seberapa rasa takutnya bila ditakut-takuti oleh keburukan rupa dari rupa jin yang menampakan diri dalam wajah yang paling buruk.

Sifat jin bila diberi sifat bengal, sealim-alimnya jin, pasti diberikan sifat bengal.  Sampai ada peribahasa, sealim-alimnya jin sama dengan sedholim-dholimnya manusia. Ulamanya jin, kiayinya jin yang paling alim, sama dengan pencuri kawakan, tukang begal, tukang maling dalam kalangan manusia.

Saya mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT yang masih melindungi saya, keluarga dan para santri saya sehingga masih bisa bernafas sampai detik ini.  Bila tidak ada perlindungan dan rahmat dari Allah SWT, dipastikan saya sudah menjadi almarhum.  Walaupun, karena tekanan batin dan stress berat atas godaan dan teror yang dilakukan oleh jin tersebut menjadikan tubuh saya kering kerontang, kurus hanya tulang berbalut kulit. Karena tidak enak makan, tidak enak tidur, dan berpuasa untuk mendapatkan tingkat kesabaran seperti yang dinasihatkan Ayahanda dalam mimpi.  Saya berharap, semoga gangguan jin cepat berlalu dan kehidupan saya bisa kembali berjalan normal seperti biasanya (BERSAMBUNG).

DESSULAEMAN

Gambar Ilustrasi dari Google

Thursday, November 14, 2019

Kamu adalah Apa yang Kamu Makan

 Kamu adalah Apa yang Kamu Makan

"Ketika ‘sifat malu’ hilang dari seseorang maka mudahlah dia melakukan berbagai pelanggaran dan tidak segan untuk bermaksiat bahkan dia tidak malu untuk bermaksiat secara terang-terangan"

Lagi ramai, beberapa orang manusia yang mengaku muslim. Bicara blak-blakan bahkan tidak mempunyai malu atau rasa bersalah sedikitpun. Mereka mengaku, sangat menyukai makan daging babi yang disajikan di sebuah restoran di Jakarta.
Konon, kata presenter yang menggunakan bahasa Inggris. Restoran, yang jelas-jelas menunya menggunakan daging babi tersebut pelanggannya adalah "orang Islam".

Entah benar, entah tidak mereka orang Islam. Karena orang Islam yang benar-benar Islam, jangankan makan daging babi, bahkan, minyak babi pun tidak berani mereka konsumsi.

Alasan yang mereka utarakan, bahwa mereka pada awalnya, tidak mengetahui yang mereka makan adalah daging babi. Tapi, karena mereka merasakan bahwa daging babi itu enak. "Ya, gimana lagi, karena rasanya enak dan saya suka. Ya, terusin aja makan di sini!" Wajah yang diwawancarai tersebut tidak dibalur sama sekali. Sepertinya mereka tidak keberatan disorot dan ditampilkan mulan sebagai muslim pemakan babi. Dari kalimat bisa teranalogikan mereka bisa juga melakukan zina, melakukan korupsi, menghardik anak yatim, minum alkohol, berjudi dsb.

Perbuatan dan perkataan yang seperti itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak punya rasa malu. Orang yang tidak punya rasa malu, berarti orang itu tidak punya iman. Karena malu itu adalah sebagian dan Iman. Orang tersebut tidak malu dengan Allah, tidak malu dengan Rasulullah, tidak malu dengan Al Qur'an yang jelas-jelas mengharamkan daging babi. Atau mungkin, urat malu mereka sudah putus?
Naudzubillah min dzalik!

Sunday, November 3, 2019

Home Sick

Home sick

"Bu, ini Ija, kalau boleh.  Tolong kirim sayur kacang merah buatan ibu, batagor dan baso tahu buatan ibu, kue pastel buatan ibu, cilok buatan ibu dan kue risoles buatan Ibu. Kalo boleh bawain sprite dan sosis dua kaleng hehehe...!"

Sebuah pesan WA dari Wali Kamar si Bungsu dua hari lalu. Si Bungsu sepertinya merindukan masakan ibunya. Dia memang jarang sekali jajan makanan warung. Sekalinya jajan, pasti langsung batuk karena tidak terbiasa makanan berpecin atau MSG atau minuman gula sodium. 

Hari itu juga, Sabtu, langsung mengantar ibunya ke pasar belanja bahan makanan yang dipesan. Berbeda dengan pesantren lain, tiap minggu boleh ditengok dan tiap minggu ketiga santri boleh dibawa keluar pondok sehari penuh. Tujuannya agar mereka tidak jenuh dan tetap orangtua bisa menjaga komunikasi dengan anak-anaknya. 

Pulang belanja, Ibunya mengolah dan memasak makanan pesanan khusus untuk si Bungsu. Rencana berangkat malam Minggu terpaksa ditangguhkan sampai Minggu subuh karena rasa letih dan kantuk setelah seharian membuat pagar bambu. Namun untuk Cilok dan Risoles karena gak sempat akhirnya beli di toko.

Tiba di pondok bada Asyar, si Bungsu keluar dari dalam Mesjid. Matanya berbinar. Hujan yang cukup deras tidak diacuhkannya. Dia memburu kami, mencium tangan. Di sudut lantai mesjid, makanan yang dia pesan. Dia buka satu demi satu.  Disantapnya sayur kacang merah dan nasi dia habiskan. Batagor, baso tahu, pastel isi abon dia santap satu demi satu. Giliran cilok dan risoles, begitu dicicipinya. Dia langsung protes, "Cilok mah bukan buatan ibu. Risoles juga bukan ya?!" Saya, Ibunya dan Kakak perempuannya tersenyum simpul. "Iya, bukan. Gak sempet ngebuat. Soalnya pesanannya kebanyakan!"

Selesai makan dan melahap makanan pesanannya. Saya minta dia membacakan surat Al Mulk. Dia pun membacakannya dengan lancar, hanya dua ayat terakhir yang masih belum lancar. "Good! Ija hebat!" Ucap saya. Alhamdulillah.
"Ijanya, gak narget sih. Jadi hafalan Al Mulk satu bulan baru hafal!" kata si bungsu santai. "Gak apa-apalah itu juga udah bagus. Tapi, lebih bagus lagi kalau Ija bikin target ya! Tapi gak usah dipaksain", jawab ibunya.

Tadinya, kami mau pamitan jam 17.00. Tapi si Bungsu maksa minta kami pulang ba'da Magrib. Kami mengalah, tangan dan pundaknya saya pijat. Tapi dia balas memijat saya pundak dan punggung saya karena saya bilang kepala saya migrain.

Saat ba'da Magrib kami pamitan. Dia pasrah. Diantarnya kami sampai pintu mobil, padahal hujan turun cukup deras. Saya peluk dan cium keningnya, "Ija hebat!" Bisik saya. Bergiliran berpelukan dengan Ibu dan Kakaknya. Saya tatap matanya, tampak dia menahan tangis. Mungkin dia masih kangen dengan kami.  Lalu dia berlari ke dalam mesjid. Kami memakluminya. Karena dia pernah ngomong, "Ija gak suka menangis!" Itu yang diucapkannya saat pertama masuk pesantren.

www.dessulaeman.blogpsot.com

Tuesday, October 22, 2019

Adab Nyantri

Nasihat seorang Kiai (Almarhum) pernah menasihati: "Jangan melihat bajunya seperti santri, tapi kelakuan dan adabnya harus nyantri. Jangan melihat pakaiannya seperti Kiai, tapi sifat, keluhuran dan keutamaan ilmunya yang harus ngiayi!"
Akhir zaman banyak yang berpakaian santri, tapi tidak nyantri. Banyak yang mengaku ulama tapi bukan ulama. Banyak yang berpakaian Kiai tapi, tidak ngiayi.

Si Bungsu, kurang lebih tiga bulan masantren yang mengutamakan pendidikan adab, budi pekerti dan Al Qur'an. Tiap minggu ketiga, orangtua diperbolehkan membawa anaknya keluar pondok seharian penuh. Dengan tujuan refreshing, dan menjaga komunikasi dengan anaknya. Kebetulan, Hari minggu itu. Seorang teman mengundang resepsi pernikahan putrinya yang cantik. Saat acara berlangsung tiga kali hati dan dada saya serasa ditohok, perasaan bangga dan malu oleh si bontot.

Saat menikmati hidangan, Saya kehilangan dia. Dicari gak ketemu. Ternyata, dia sedang makan duduk di Kursi di sudut agak jauh dari meja makan yang dihidangkan.  Saya dekati dia, lalu Saya tanya:"Kenapa gak antri De? Kan banyak makanan?"
"Malu, banyak orang tua. Kan Kita diajarkan harus mendahulukan orang yang lebih tua! Ini juga udah cukup!"
Buk....hati dan nyess rasa sejuk, berbarengan menumbuk dada saya.

Kejadian kedua, Karena tempat duduknya penuh. Lalu secara sadar, Saya minum jus sambil berdiri. Spontan dia menegur halus sambil tersenyum. "Ayah, jangan makan Minum sambil berdiri! Tidak baik! Lataqul qoiman!" 
Spontan, Saya jongkok. Saya tutup mulut saya, mlengos, sambil tersenyum.  Gak bisa ngasih komentar.

Ketiga, saat makan nasi dan lauk pauknya. Dia hanya mengambil nasi dan lauk pauk secukupnya. Kemudian dia makan sendok demi sendok. Suapan nasinya, sangat hati-hati. Seolah takut ada nasi yang tercecer. Pada saat suapan terakhir. Dia menghabiskan butir demi butir nasi hati-hati sekali. Tandas dan bersih piringnya. Tak ada sebutir nasipun yang tertinggal. 

Saat dia sadar diperhatikan, dia balas menatap sambil tersenyum malu dan mengelap mulutnya dengan tisu. "Kasihan nasinya kalo sampai tertinggal gak dimakan. Nanti di akhirat dia MENANGIS!"

Buk....nyess...dingin untuk ketiga kalinya dada sesak. Alhamdulillah....

#selamatharisantri

Friday, October 18, 2019

There’s will there’s way



Cing pang bikinkeun kata kata,bisi orang tua disuruh  sambutan di acara wisuda,alhamdulillah si reza di wisuda tgl 19,comlaude 3,98,si rezana terpilih untuk pidato mewakili wisudawan.orang tuana bisi di titah naik untuk ngomong tapi teu bisa sieun grogi.pangnuliskeun sedikit tong panjang panjang,bikin ucapan terimakasih ka kampus jeung ka pengajar”.  (Tolong buatkan konsep pidato, kalau-kalau saya diminta memberikan sambutan dalam acara wisuda. Alhamdulillah si Reza diwisuda tanggal 19, Cum Laude 3,98, si Rezana terpilih untuk berpidato mewakili wisudawan, orangtua takutnya diminta naik panggung tapi takutnya gak bisa ngomong. Tolong buatkan beberapa kalimat saja, ucapan terima kasih ke kampus dan para pengajar”.
Pesan melalui WA saya terima, sore hari.  Membuat mata saya berkaca-kaca. Bangga campur haru.  Betapa tidak?. Orang yang mengirim WA tersebut adalah anak bibi. Saya, tahu banget kondisi ekonomi dan keluarganya. Sejak SMP dia sudah menjadi yatim piatu. SMA berjuang sendiri.   Sewaktu SMA dia dengan temannya, tengah malam sering mencuri-curi belajar menyetir mobil truk punya temannya. Karena, untuk belajar mengemudi dengan les tidak mempunyai biaya. Dia minta temannya, untuk mengajari mengemudi.
Setelah berkeluarga dan mempunyai  3 orang anak. Berkah keterampilan belajar mengemudi otodidak, dia bekerja sebagai sopir ekspedisi. Beberapa kali pindah perusahaan, bahkan pernah menjadi sopir sebuah travel Bandung – Jakarta. Namun, karena bangkrut travel tersebut. Dia harus menganggur lama dan mencoba melamar menjadi sopir pribadi seorang pengusaha keturunan. Ekonomi keluarganya sangat jauh dari layak. Tapi, berkah kejujuran dan kesabaran akhirnya dia menjadi sopir pribadi pengusaha konveksi di Cimahi sampai sekarang.
Rumahna sangat sempit beralaskan tanah, bahkan saat disurvey pada waktu anaknya akan mendapatkan bea siswa dari ITB oleh pihak kampus. Mereka sampai menggeleng-gelengkan kepala dan berdecak kagum.  Orangtua calonmahasiswa yang akan diberi bea siswa, benar-benar dari keluarga tidak mampu. Walaupun begitu, bisa mendidik seorang anak dan lolos ke ITB melalui bidik misi.
Rasanya belum lama sewaktu SMP, saya melihat dia dibonceng motor GL butut Bapaknya. Berkah hasil didikan Bapak-Ibunya yang mengutamakan adab dan karakter dan pengetahuan agama. Anak ini sangat rendah hati, setiap berbicara selalu membungkukkan badannya danmencium tangan orang yang lebih tua. Bersekolah di pesantren Darul Falah, Cihampelas, Kab. Bandung Barat. Sebelumnya dia bersekolah di sebuah pesantren modern, karena cerdas dia mendapatkan bea siswa di sekolah tersebut.  Namun dia pindah sekolah, karena tidak suka orangtuanya dikecewakan dan dibuat menangis oleh sekolah pertamanya.
Keadaan ekonomi yang serba kekurangan, karena pekerjaan hanya seorang sopir. Serba susah dalam segala hal, tidak menjadikan dia dan istrinya gagal dalam mendidik anak-anaknya.  Adiknya Reza, Firman bahkan menjadi guru honorer di salah satu sakola swasta. Tidak jarang, honor Firman yang tidak seberapa. Harus diberikan ke Reza. “Buat biaya kuliah Kang Reza aja, dia lebih membutuhkan daripada saya!” kata Firman kepada Ibunya, Bi Ika.  Reza dan Firman harus berpuasa Senin-Kamis untuk mengurangi biaya makan.  Mereka juga, membuka les belajar matematika dan fisika di rumahnya yang kecil. Untuk nambah-nambah biaya kuliah. Anak-anak yang mengikuti les di Reza sangat kerasan, karena dia mengajar dengan sabar dan gampang dimengerti.
Kemana-mana sering saya lihat, dia selalu membawa buku bacaan. Daripada mengobrol dengan teman sebayanya, dia lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca buku.  Pernah satu kali dia mencoba memecahkan satu soal matematika yang rumit. Dia tidak mau berhenti, terus mencari pemecahan soal yang sulit itu. Dia cari rumusnya dan dia pecahkan dengan caranya sendiri sampai ketemu. Reza pintar mengaji, setiap ada acara keluarga pasti dia membacakan Al Quran sebelum acara dimulai.
Disuruh Pulang Sendiri  dan Diancam Tidak Naik Kelas
 “Urang mah pernah nyeri hate euy, basa Reza keur SMA. Abong ka jelema teu boga Reza pernah diancam ku sakolana teu naek kelas.” (Saya pernah sakti hati banget waktu si Reza di SMA).
“Kenapa sampai diancam gak naik kelas Mang?” Tanya saya
Gara-garana si Reza lolos seleksi olimpiade tingkat Asia di Surya Institut BSD. Kusabab si Reza keukeuh hayang milu eta olimpiade mawa ngaran sakola.  Tapi, sakolana teu bisa ngajamin si Reza bisa naek kelas. Harita kelas 2. Diancam teu naek kelas, sabab di Surya Institut kudu milu karantina salila sabulan!” (Sebabnya si Reza kan lolos seleksi olimpiade tingkat Asia di Surya Institut BSD. Si Reza, keukeuh pingin ikutan olimpiade membawa nama sekolah. Tapi sekolahnya gak mau menjamin si Reza naik kelas. Waktu itu kelas 2. Diancam tidak nak kelasm karena di BSD harus ikut karantina selama satu bulan), Mang Wawan menjelaskan

“Terus?” Tanya saya, penasaran.
“Si Reza merasa kecewa banget dan sakit hati. Sekolah  yang ingin diwakili nama baiknya, malah balik mengancam dia. Dia berangkat, ikut karantina di BSD. Namun, karena sikap sekolahnya yang tidak mendukung. Si Reza tidak bisa konsentrasi .  Dalam Olimpiade Tingkat Asia dia hanya mendapat peringkat ke-9 dari  seratus  peserta dari seluruh Indonesia. Pulang dari tempat lomba, sekolahnya tidak mau menjemput. Terpaksa dia pulang sendiri dengan uang seadanya. Sampai di rumah dia menangis dalam pelukan ibunya. Sakit hati oleh perlakuan sekolahnya!” Mang Wawan, terhenti kalimatnya. Matanya berkaca-kaca, air mata keluar dari sudut matanya. Mata saya ikut basah.



"Isukna dianteur indungna ka sakola. Sapada harita menta pindah sakola.  Untungna SMA Darul Falah di Cihampelas daek narima kalawan dibere bea siswa. Malahan dibere sagala rupana keur kaperluan sakola. Pokona mah gratis sagalana. Teu mayar saperak-perak acan.  Alhamdulilah taun eta keneh ngawakilan SMA Darul Falah,milu Olimpiande Sains tingkat Nasional (OSN). Jadi juara ka-1 sakabupaten. Noron terus juara ka-1 tingkat Provinsi, disambung jadi juara ka-2 tingkat nasional di NTB. Pokona mah,urang reueus pisan euy!”  (Keesokan harinya, diantar oleh ibunya dia minta pindah dari sekolah tersebut.  Untunglah pesantren Darul Falah, yang juga memiliki SMA di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat bersedia menerimanya.  Bahkan, si Reza diberi bea siswa, seragam, peralatan sekolah. Pokoknya gratis semua. Gak bayar sepeser pun. Alhamdulillah, masih tahun yang sama mewakili SMA Darul Falah, ikut Olimpiade Sains tingkat Nasional (OSN). Si Reja berhasil  meraih juara ke-1 tingkat Kabupaten, juara ke-1 tingkat Propinsi dan juara ke-2 tingkat Nasional di NTB.  Pokokny say amerasa sangat bersyukur dan bangga dengan si Reza!” Mang Wawan berbicara panjang lebar.
Mahasiswa Bidik Misi di ITB
Lulus dari SMA, Reza mendaftar ke ITB melalui program Bidik Misi. Lulus, tanpa syarat. Bahkan, saat disurvey ke rumahnya. Tim surveyor hanya bisa menggelengkan kepala. Rumah kecil dengan kondisi lantai setengah tanah. Di depan rumah, motor GL butut berwarna hitam kusam teronggok, untuk menemani Mang Wawan berangkat kerja.
Selama di  ITB, Reza setiap semester dipastikan menjadi juara dan membuktikan dia mahasiwa unggulan. Bahkan tahun 2018, dia terpilih mengikuti program KAIST di Korea. Piagam dan sertifikat memenuhi dinding kuning kusam rumah Mang Wawan gelap dan lembab. Mungkin karena kecerdasan dan prestasinya, oleh dosen seringkali Reza dibawa ke proyek penelitian di seluruh Indonesia. Malah beberapa kali mewakili ITB mengikuti seminar, pelatihan dan penelitian.
Terbukti bukan kaya miskinnya seseorang, bukant tingginya jabatan yang menjadikan baik buruknya seseorang.  Mang Wawan dan istrinya Bi Ika  yang keduanya hanya lulusan SMA dengan ekonomi serba kekurangan. Berhasil mendidik anak-anaknya . Bahkan, Reza, berhasil menjadi wisudawan ITB terbaik 2019. Cum laude dengan IPK 3,98.  Keberhasilan, mereka selalu saya jadikan contoh untuk anak-anak. Kalau kita berusaha keras, tanpa lelah, fokus dan tidak melupakan yang Maha Kuasa, Allah SWT. Pasti berhasil. 

DESS2019

dessulaeman.blogspot.com


Saturday, October 12, 2019

Lamun Keyeng Tangtu Pareng

Lamun Keyeng Tangtu Pareng


Ini adalah hari terakhir berada di KAIST. Dulu tak terpikirkan bisa menginjakkan kaki di sini. Alhamdulillah, rasanya nikmat banget bisa merasakan budaya penelitian di sini, dengan topik yang advanced, alat-alat canggih, dan etos kerja yang tinggi. Banyak hal yang didapat dari kegiatan ini. Hal yang paling signifikan adalah munculnya semangat penelitian yang tinggi dari sebelumnya, semoga cita-citaku menjadi peneliti tercapai.
Photo: Prof. Min-Kyo Seo and Me
Daejeon, 2 Desember 2018
Eta status dina Facebook Reza, anak Mang Wawan meureun kuring mah ka Reza teh alo. Kuring ukur bisa milu reueus. "Hebat pisan eta si Reza nya Bu!" ceuk kuring ka indung budak. Teu hebat kumaha, eta budak lulusan pinunjul jurusan fisika ITB. Kasampak dina wall-FBna geuningan bet aya di Korea, difoto jeung hiji profesor ti Korea. Asa can lila, manehna asup ka ITB kusabab milu program Bidik Misi. Meunang beasiswa ti ITB.
Asa can lila, eta budak keur SMP sok ulin ka imah dibonceng kana motor GL butut nu Bapana. Lamun nyarita, teu weleh bari handap asor. Salam cium tangan bari popoyongkodan. Unggeuk bari cium tangan. Pokona mah paribasa cageur, bageur, singer, pinter kabeh aya dina diri eta budak. Pinter qiroat, jeung kamana-mana tara elat dipeci.
"Teuing turunan ti saha, si Reza mah pinter euy! Teu jiga urang, bapana sakola wae ukur SMA bari di swasta!" Ceuk, Mang Wawan harita.
Pacabakan Mang Wawan, estuning ukur koreh-koreh cok.  Kuli matuh, ukur jadi supir pribadi atawa supir travel Cipaganti anu geus bangkrut tea. Ekonomi anu pas-pasan, morati-marit teh saenyana.  Tapi kaayaan susah teu ngajadikeun anak-anakna pegat harepan. Adina Reza, Firman oge bisa jadi guru di hiji sakola swasta.
Waktu keur sakola di SMP jeung SMA, keur nambah-nambah waragad sakolana. Reza, sok mere les matemaika jeung fisika ka anak-anak tatanggana. Calakan pisan, nerangkeun ka barudak anu milu les ka manehna. Mun geus maca buku, buku naon wae. Can tamat mah, ngadukduk we maca. Lamun ngabahas rumus can kapanggih mah timana eta rumus, hantem dikotektak make tarekah sorangan.
“Urang mah pernah nyeri hate euy, basa Reza keur SMA. Abong ka jelema teu boga Reza pernah diancam ku sakolana teu naek kelas.” Ceuk mang Wawan dina WA bieu. “Naha bet diancam teu naek kelas Mang?” Kuring malik nanya.
“Gara-garana si Reza lolos seleksi olimpiade tingkat Asia di Surya Institut BSD. Kusabab si Reza keukeuh hayang milu eta olimpiade mawa ngaran sakola.  Tapi, sakolana teu bsa ngajamin si Reza bisa naek kelas. Harita kelas 2. Diancam teu naek kelas, sabab di Surya Institut kudu milu karantina salila sabulan!” Ceuk Mang Wawan deui.
“Terus kumaha atuh?” ceuk kuring nyusul tepus.
“Nya si Reza ngarasa kuciwa jeung ngangres pisan. Nyeri hate ku sakolana disapirakeun. Diajarna salila karantina jadi teu konsentrasi,hasilna dina eta Ompiade Tingkat Asia ngan meunang peringkat ka-9 tina saratus pamilon ti sakuliah Indonesiah. Balik ti tempat lomba, sakola embung ngajemput. Kapaksa balik sorangan, make ongkos saayana.  Nepi ka imah nyegruk dina lahunan indungna. Kanyenyerian." Mang Wawan teu kebat, ngusapkeun dampal leungeun katuhuna kana dua panon anu ramisak.
"Isukna dianteur indungna ka sakola. Sapada harita menta pindah sakola.  Untungna SMA Darul Falah di Cihampelas daek narima kalawan dibere bea siswa. Malahan dibere sagala rupana keur kaperluan sakola. Pokona mah gratis sagalan. Teu mayar saperak-perak acan.  Alhamdulilah taun eta keneh ngawakilan SMA Darul Falah,milu Olimpiande Sains tingkat Nasional (OSN). Jadi juara ka-1 sakabupaten. Noron terus juara ka-1 tingkat Provinsi, disambung jadi juara ka-2 tingkat nasional di NTB. Pokona mah,urang reueus pisan euy!” Mang Wawan nyarita panjang lebar.
Lulus ti SMA, daftar ka ITB milu program Bidik Misi. Lulus, tanpa sarat. Samalah, basa di survey imahna. Anu nyurvey, nepi ka gogodeg. Ningali imah Mang Wawan, ukur sacangkewok. Bari jeung masih keneh ngupuk harita mah! Estuning imahna teu dipelur-pelur acan. Di hareupeun imah, ukur aya motor GL butut pamere dunungan Mang Wawan, paranti indit ka tempat gawena. Salila kuliah di ITB, Reza unggal semester pasti meunang sertifikat ngabuktikeun jadi mahasiswa pinunjul.
Piagam jeung sertifikat geus minuhan tembok imah Mang Wawan anu sacangkewok tea ayeuna mah. Kusabab kataji kupinteran eta budak, antukna ku dosen sok dibabawa lamun aya proyek penelitian. Atawa remen kudu ngagantian ngajar dosenna, nguriling ka daerah-daerah boh di Jawa, atau ka luar Jawa.  Malah, sababaraha kali, ditunjuk jadi ngawakilan ka luar negeri, milu seminar, pelatihan atau penelitian jiga di Korea anu disebut di luhur.
Mang Wawan, Bi Ika jeung anakna Reza, jadi kareueus di kulawarga kuring. Lamun keur ngumpul dina poean lebaran. Reza dijadikeun conto. Yen, lamun keyeng tangtu pareng! Nu penting mah usaha, hasil jeung henteuna mah Allah anu nangtukeun! Pangala Bapana anu akur koreh-koreh cok, ukur jadi supir tapi bisa ngadidik anak-anakna kalawan hasil anu nyugemakeun! Cag!
DESS2019

Saturday, October 5, 2019

Pak Leknan

Tinggi tubuhnya kurang lebih 170 cm. Di usia 40-an tahun masih terlihat gagah. Kumis tebalnya senantiasa digunting rapi. Alis tebal dan bulu mata lentik menghiasi bola mata yang lebar. Pipinya sedikit tirus, tapi bukan berarti kurus. Rahangnya kekar. Hidung mancung dengan tahi lalat di sebelah kirinya. Bibirnya yang tebal senantiasa menyunggingkan senyum ramahnya. Rambut tebalnya, yang mengkilap karena diusapi mandom senantiasa disisir rapi ala Elvis Presley.
Setiap pagi, setelah berpakaian dinas lengkap.
Baret merah, tersemat emblim RPKAD, menutupi rambutnya yang tebal, hitam legam.Semua emblimnya disematkan dengan rapi di dada kiri dan kanan. Semuanya mengkilap, karena terbuat dari kuningan yang rutin dibrasso. Tidak seperti sekarang, emblim TNI terbuat dari kain bordiran :p
Pada waktu akan melangkahkan kaki kanannya setiap berangkat dinas atau setiap akan keluar rumah. Dia pasti menundukkan kepala, mulutnya mengguman dan kadang berdesis. Terdengar Basmallah 11 kali, sholawat 7 kali, bismillahi majreha..., Lahaola wala quwwata.... Setelah itu, barulah dia melangkahkan kaki kanannya. Semua masih terekam dalam ingatan.
Jabatan di kampungnya hanya ketua RW. Anak kecil, remaja, pemuda, orang tua sampai kakek nenek menyebut dia Pak Leknan! Maksudnya Letnan, padahal dia hanya berpangkat Peltu. Teman-teman seperjuangannya, padahal sudah banyak yang berpangkat kapten bahkan mayor. Tapi, dia lebih memilih tetap dengan pangkat itu. "Pangkat mah moal dibawa paeh!" Begitu dia bilang.
Terkenal di kampungnya sebagai orang serba bisa. Dari bertani sampai mengobati orang yang sakit, kesurupan, mengusir jin dan setan, santet, sampai yang ingin enteng jodoh. Pernah menyaksikan sendiri, Abah Karna, yang jalannya sudah bungkuk hampir 90 Derajat. Berjalan tegak kembali karena setiap bada magrib dia pijat refleksi. Pijat refleksi nya, Islami. Titik-titik yang ditekan, berbeda sesuai dengan tanggal Qomariah.
Bila dia pulang kerja, berangkat ke sawah atau ke manapun. Anak-anak kecil, riang memanggil nya: Pak Leknan! Pak Leknan! Pak Leknan! Dia tersenyum ramah kepada bocah-bocah itu. Lalu menggoda dan mengejar mereka, yang tertangkap dikelitikin sampai terpingkal-pingkal kegelian.
Dia sangat ramah pada setiap orang. Tidak pernah membeda-bedakan kasta. Semua orang menghormatinya, karena dia selalu menghormat mereka apa adanya. Sekalinya disakiti orang, dia hanya terdiam. Menahan rasa sakit dan menelannya diam-diam. Kesabaran yang luar biasa.
Pernah satu waktu, saya mengiringi dia berjalan di belakangnya. Cangkul terpanggul di bahunya, saya yang waktu itu masih SMP kelas 2 membawa juga sebuah "gasrok" alat untuk membersihkan gulma di sawah. Di tengah jalan, tampak tiga orang remaja. Membawa senapan angin dan sedang membidik burung Pipit yang masih kecil di ketinggian pohonnya.
Sepertinya, dia gereget ingin menegur, tapi tidak mau menyinggung ketiga remaja itu. Dia berhenti, lalu berkata: "Ngajaran euy!" (Nyobain dong!). Senapan angin diserahkan ke tangannya. Dia memompa bedil angin itu, beberapa kali. Dia masukkan mimis/peluru yang dimintanya dari salah seorang remaja. Dia, menempatkan popor di bahu kirinya. Senjata itu diarahkan ke "tongtolang" (buah nangka yang masih kecil), yang letaknya lumayan tinggi. Mata dipicingkan. Nafasnya ditahan beberapa detik. Dan....."desh!" Terdengar bunyi letupan kecil dari angin yang dimampatkan mendorong peluru. Buah nangka kecil itu terjatuh di atas tanah. Tangkai buahnya yang kecil, hancur, dihantam peluru. "Nah, begitu caranya kalau menembak. Jangan ke burung. Kasihan, mereka juga pingin hidup!" Katanya, sambil melemparkan senjata, kepada tiga remaja itu! Mereka tersenyum dan angkat jempol!
Pada tahun 1992 dia berangkat menunaikan rukun Islam kelima. Sebulan sebelum berangkat, setiap pagi dia berkeliling kampung, memohon ampun pada masyarakat yang mungkin disengaja atau tidak pernah tersakiti hatinya. Saat keberangkatan, adzan dikumandangkan untuk mengiringi keberangkatannya. Seluruh masyarakat di kampungnya mulai dari anak- anak, remaja, pemuda, kakek-nenek, berbaris sepanjang jalan. Mereka menangis dan tertunduk penuh haru. Sepanjang jalan dia disalami dan didoakan oleh semua orang.
Allah Maha Berkehendak, Allah Maha Rahman, Allah Maha Rahim...dua Minggu setelah keberangkatan, mendapat kabar. Dia wafat di Mekah, pada saat tawaf setelah sholat Dhuha! Allahumagfirlahu, warhamhu.... Amiiin.
Begitulah TNI seharusnya, selalu ramah pada setiap orang. Disegani, dicintai, dirindukan, ringan tangan membantu siapa saja, ramah, sopan, santun dan selalu menjaga citra baik kesatuannya!
05.10.2019
#DIRGAHAYUTNI
#TENGKORAKPUTIH
#SETIASAMPAIMATI
#YON305SILIWANGI
#RPKAD
#KOPASANDHA
#KOPASSUS

Friday, October 4, 2019

Anak Kita Bukan Robot


Saat menghadiri wisuda S-2 anak kedua kemarin. Dari tempat duduk wisudawan, beberapa kali si magister melambaikan sambil tersenyum lebar kepada kami yang berada di balkon. Kami membalasnya, juga dengan senyum lebar sambil mengangkat dua jempol. Tak terasa mata mengembun. Teringat masa kecilnya. “Gak kerasa ya Bu, rasanya baru kemarin anak itu saat usia tiga tahun cuma bisa ngomong “ca…ca…ca…!” Dia berbeda dengan anak seusianya, yang mungkin sudah menguasa 50 kosa kata. Tapi dia terlambat dalam kemampuan berbicara. Bahkan, pada saat sudah bisa berbicara dia "agak" disleksia.
Begitupun waktu SD bahkan, seorang guru kelasnya pernah datang ke rumah sekedar “menganjurkan” untuk pindah sekolah. Karena, kata guru itu, anak kami tersebut pada jam pelajaran tidak pernah memperhatikan. Dia malah menggambar atau mengguntingi kertas buku tulisnya.
“Ibu, maaf di rumah dia itu memang anak saya. Tapi, di sekolah dia itu anak Ibu juga anak guru-guru yang mengajarnya. Di rumah biarlah kami mengajari dia membaca Al Quran, belajar sholat dan mengajarkan mana hal baik mana buruk. Tapi, di sekolah Ibu gurulah yang harusnya mengajarinya. Supaya dia, asalnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa. Kalau dia sudah pintar, kami pasti tidak akan menyekolahkan dia!” Jawaban ibunya itu membuat sang guru terdiam.
Saya dan ibunya, tidak pernah menuntut anak-anak kami menjadi rangking. Tidak pernah menganjurkan atau mengharuskan mereka untuk les ini, les itu. Prinsip kami, cukuplah mereka menjadi anak saleh. Manusia yang tidak pernah meninggalkan sholat, puasa dan mengaji. Namun, bila mereka melakukan hal-hal yang belum waktunya atau kurang pantas. Tetap mereka, diberikan hukuman atau teguran sepantasnya.
Selalu saya tekankan kepada mereka: “Sekolah itu di mana-mana sama saja. Tergantung dari orangnya. Yang namanya emas, kalaupun jatuh di comberan yang kotor. Tetap saja emas. Akan berkilau, tidak akan terpengaruhi oleh air yang kotor. Kalian bersekolah di manapun, tergantung diri kalian. Terserah mau sekolah di mana. Kalian mau menjadi apa. Yang penting kalian tidak lupa sholat, puasa dan mengaji! Berbuat baik terhadap sesama manusia. Sayang terhadap yang lebih muda. Membantu yang lemah atau kekurangan. Bukan tinggi rendahnya jabatan, bukan gelar dan tingginya sekolah, bukan baik buruknya pakaian yang menjadikan baik buruknya seorang manusia. Karena itu kalian harus menjadi sebaik-baiknya manusia”
Saya cukup bahagia, saat mendengar si Sulung lulus menjadi Tukang Insinyur IT dengan nilai apa adanya. Tapi, saat dia selesai kuliah. Dia bisa membantu beberapa orang temannya yang masih kesulitan dalam penyusunan skripsi mereka. Saya cukup senang, walapun bukan lulusan terbaik. Dia bisa mandiri dan bekerja sesuai dengan keinginannya. Anak pertama memang tidak mau terikat dalam bekerja. Dia pernah menjadi dosen di almamaternya atau permintaan dosen walinya. Tapi, hanya bertahan 2 tahun. “Gak bebas!” jawabnya, saat ditanya mengapa berhenti.
Saya dan istri saya tidak pernah memaksa anak-anak kami untuk belajar di luar sekolah. Tidak pernah diikutkan les bahasa Inggris atau matematika apalagi les piano. Ada juga yang keukeuh ingin ikut les itu, tapi paling bertahan 2-3 bulan. Berhenti dengan sendirinya. Tidak pernah dipaksa untuk melanjutkan atau berhenti. Setiap ba’da magrib cukup diajari membaca Al Quran dan diajari perihal pentingnya sholat dan pengetahuan agama. Anak-anak saya lulus SD, SMP dan SMA tidak pernah menjadi rangking. Saya cukup berkilah, rangking itu gak penting. Yang lebih penting kamu bisa!
Waktu di SMA ada guru mata pelajaran tertentu yang mengharuskan semua muridnya ikut les pelajaran di rumahnya. Hampir semua temannya ikut les itu. Tapi anak kedua saya, cukup diberikan motivasi. Kalau kamu ikut les, hanya untuk mengejar nilai. Lebih baik jangan ikut. Nilai yang berbentuk angka itu bukan segalanya. Yang penting prosesnya kamu mendapatkan nilai itu. Terbukti, karena dia tidak ikut les. Di raport untuk mata pelajaran tersebut anak kedua saya mendapat nilai seadanya. Karena kata teman-temannya yang ikut les di guru tersebut. Pada waktu akan ulangan, soalnya sudah dibahas di tempat les! Jadi anak-anak yang tidak ikut les bagi yang tidak bisa mengerjakan hanya celingukan kebingungan. Begitupun anak saya, nilainya cuma dapat pas buat ongkos. “Udahlah, gak masalah nilai mah. Yang penting kamu bisa! Titik!” Kalimat itu lagi yang terlontar dari mulut saya dan ibunya.
Alhamdulillah, walaupun tidak pernah rangking. Anak pertama bisa menjadi tukang Insinyur IT. Anak kedua, bisa menyelesaikan kuliahnya di S-2 ITB ! Anak ketiga, sedang menjalani kuliah di UPI Bandung. Pun anak keempat saya, atas kemauannya sendiri. Dia ingin sekolah sambil masantren. Ingin tahfiz Quran lalu kuliah dan menjadi programmer seperti AA!
Sebagai orang tua hanya bisa mendukung, mengarahkan dan menjadikan mereka anak-anak yang terbaik sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Orang tua tidak berhak untuk mendikte anak-anaknya menjadi apa yang diinginkan orang tuanya. Orang tua tidak berhak untuk memaksa anaknya untuk mengikuti les ini itu demi ambisi orang tuanya.. Sehingga, anak-anak tidak punya sedikit pun waktu untuk bermain.
Masa SD, SMP dan SMA adalah masa-masa menyenangkan. Masa bermain sebelum memasuki masa dewasa. Biarkan mereka menjadi diri mereka sendiri oleh kemauan dan kemampuan mereka sendiri. Jangan sampai anak-anak kita menjadi dewasa tanpa merasakan bagaimana nikmatnya menjadi anak-anak dan remasa semasa sekolah. Karena terlalu disibukkan oleh les ini-itu yang menghabiskan waktu bermainnya.
Otak manusia itu seperti sebuah wadah yang bisa menampung air. Tapi, bila terlalu penuh dipastikan airnya akan tumpah ruah. Bukan sekali dua kali, menemukan kasus anak yang sebenarnya pintar. Di sekolah. NIlai-nilainya malah sangat kurang. Usut punya usut anak-anak itu akhirnya mengaku cape, karena sepulang sekolah harus ikut les ini itu oleh orang tuanya. Bahkan adaya yang pulang sampai pukul 20 malam!
Dua hal yang pasti selalu kami tekankan pada mereka. Jangan pernah lupakan sholat dan mengaji! Cukuplah kalian menjadi anak-anak yang saleh! Karena di alam kubur kelak, kalian tidak akan ditanya oleh malaikat: "Rangking berapa waktu sekolah?"
Dess2018

Setiap Anak Mempunyai Kecerdasan Tersendiri


Saat menghadiri wisuda S-2 anak kedua kemarin. Dari tempat duduk wisudawan, beberapa kali si magister melambaikan sambil tersenyum lebar kepada kami yang berada di balkon. Kami membalasnya, juga dengan senyum lebar sambil mengangkat dua jempol. Tak terasa mata mengembun. Teringat masa kecilnya. “Gak kerasa ya Bu, rasanya baru kemarin anak itu saat usia tiga tahun cuma bisa ngomong “ca…ca…ca…!” Dia berbeda dengan anak seusianya, yang mungkin sudah menguasa 50 kosa kata. Tapi dia terlambat dalam kemampuan berbicara. Bahkan, pada saat sudah bisa berbicara dia "agak" disleksia.
Begitupun waktu SD bahkan, seorang guru kelasnya pernah datang ke rumah sekedar “menganjurkan” untuk pindah sekolah. Karena, kata guru itu, anak kami tersebut pada jam pelajaran tidak pernah memperhatikan. Dia malah menggambar atau mengguntingi kertas buku tulisnya.
“Ibu, maaf di rumah dia itu memang anak saya. Tapi, di sekolah dia itu anak Ibu juga anak guru-guru yang mengajarnya. Di rumah biarlah kami mengajari dia membaca Al Quran, belajar sholat dan mengajarkan mana hal baik mana buruk. Tapi, di sekolah Ibu gurulah yang harusnya mengajarinya. Supaya dia, asalnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa. Kalau dia sudah pintar, kami pasti tidak akan menyekolahkan dia!” Jawaban ibunya itu membuat sang guru terdiam.
Saya dan ibunya, tidak pernah menuntut anak-anak kami menjadi rangking. Tidak pernah menganjurkan atau mengharuskan mereka untuk les ini, les itu. Prinsip kami, cukuplah mereka menjadi anak saleh. Manusia yang tidak pernah meninggalkan sholat, puasa dan mengaji. Namun, bila mereka melakukan hal-hal yang belum waktunya atau kurang pantas. Tetap mereka, diberikan hukuman atau teguran sepantasnya.
Selalu saya tekankan kepada mereka: “Sekolah itu di mana-mana sama saja. Tergantung dari orangnya. Yang namanya emas, kalaupun jatuh di comberan yang kotor. Tetap saja emas. Akan berkilau, tidak akan terpengaruhi oleh air yang kotor. Kalian bersekolah di manapun, tergantung diri kalian. Terserah mau sekolah di mana. Kalian mau menjadi apa. Yang penting kalian tidak lupa sholat, puasa dan mengaji! Berbuat baik terhadap sesama manusia. Sayang terhadap yang lebih muda. Membantu yang lemah atau kekurangan. Bukan tinggi rendahnya jabatan, bukan gelar dan tingginya sekolah, bukan baik buruknya pakaian yang menjadikan baik buruknya seorang manusia. Karena itu kalian harus menjadi sebaik-baiknya manusia”
Saya cukup bahagia, saat mendengar si Sulung lulus menjadi Tukang Insinyur IT dengan nilai apa adanya. Tapi, saat dia selesai kuliah. Dia bisa membantu beberapa orang temannya yang masih kesulitan dalam penyusunan skripsi mereka. Saya cukup senang, walapun bukan lulusan terbaik. Dia bisa mandiri dan bekerja sesuai dengan keinginannya. Anak pertama memang tidak mau terikat dalam bekerja. Dia pernah menjadi dosen di almamaternya atau permintaan dosen walinya. Tapi, hanya bertahan 2 tahun. “Gak bebas!” jawabnya, saat ditanya mengapa berhenti.
Saya dan istri saya tidak pernah memaksa anak-anak kami untuk belajar di luar sekolah. Tidak pernah diikutkan les bahasa Inggris atau matematika apalagi les piano. Ada juga yang keukeuh ingin ikut les itu, tapi paling bertahan 2-3 bulan. Berhenti dengan sendirinya. Tidak pernah dipaksa untuk melanjutkan atau berhenti. Setiap ba’da magrib cukup diajari membaca Al Quran dan diajari perihal pentingnya sholat dan pengetahuan agama. Anak-anak saya lulus SD, SMP dan SMA tidak pernah menjadi rangking. Saya cukup berkilah, rangking itu gak penting. Yang lebih penting kamu bisa!
Waktu di SMA ada guru mata pelajaran tertentu yang mengharuskan semua muridnya ikut les pelajaran di rumahnya. Hampir semua temannya ikut les itu. Tapi anak kedua saya, cukup diberikan motivasi. Kalau kamu ikut les, hanya untuk mengejar nilai. Lebih baik jangan ikut. Nilai yang berbentuk angka itu bukan segalanya. Yang penting prosesnya kamu mendapatkan nilai itu. Terbukti, karena dia tidak ikut les. Di raport untuk mata pelajaran tersebut anak kedua saya mendapat nilai seadanya. Karena kata teman-temannya yang ikut les di guru tersebut. Pada waktu akan ulangan, soalnya sudah dibahas di tempat les! Jadi anak-anak yang tidak ikut les bagi yang tidak bisa mengerjakan hanya celingukan kebingungan. Begitupun anak saya, nilainya cuma dapat pas buat ongkos. “Udahlah, gak masalah nilai mah. Yang penting kamu bisa! Titik!” Kalimat itu lagi yang terlontar dari mulut saya dan ibunya.
Alhamdulillah, walaupun tidak pernah rangking. Anak pertama bisa menjadi tukang Insinyur IT. Anak kedua, bisa menyelesaikan kuliahnya di S-2 ITB ! Anak ketiga, sedang menjalani kuliah di UPI Bandung. Pun anak keempat saya, atas kemauannya sendiri. Dia ingin sekolah sambil masantren. Ingin tahfiz Quran lalu kuliah dan menjadi programmer seperti AA!
Sebagai orang tua hanya bisa mendukung, mengarahkan dan menjadikan mereka anak-anak yang terbaik sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Orang tua tidak berhak untuk mendikte anak-anaknya menjadi apa yang diinginkan orang tuanya. Orang tua tidak berhak untuk memaksa anaknya untuk mengikuti les ini itu demi ambisi orang tuanya.. Sehingga, anak-anak tidak punya sedikit pun waktu untuk bermain.
Masa SD, SMP dan SMA adalah masa-masa menyenangkan. Masa bermain sebelum memasuki masa dewasa. Biarkan mereka menjadi diri mereka sendiri oleh kemauan dan kemampuan mereka sendiri. Jangan sampai anak-anak kita menjadi dewasa tanpa merasakan bagaimana nikmatnya menjadi anak-anak dan remasa semasa sekolah. Karena terlalu disibukkan oleh les ini-itu yang menghabiskan waktu bermainnya.
Otak manusia itu seperti sebuah wadah yang bisa menampung air. Tapi, bila terlalu penuh dipastikan airnya akan tumpah ruah. Bukan sekali dua kali, menemukan kasus anak yang sebenarnya pintar. Di sekolah. NIlai-nilainya malah sangat kurang. Usut punya usut anak-anak itu akhirnya mengaku cape, karena sepulang sekolah harus ikut les ini itu oleh orang tuanya. Bahkan adaya yang pulang sampai pukul 20 malam!
Dua hal yang pasti selalu kami tekankan pada mereka. Jangan pernah lupakan sholat dan mengaji! Cukuplah kalian menjadi anak-anak yang saleh! Karena di alam kubur kelak, kalian tidak akan ditanya oleh malaikat: "Rangking berapa waktu sekolah?"
Dess2018

Wednesday, October 2, 2019

Menutupi Kebohongan

Tadi pagi-pagi, siswa akan pretes UNBK. Mereka sibuk dan serius belajar. Salah seorang anak, bertanya: "Pak, ada kisi-kisi soalnya?"
Lalu saya jawab: "Heh, kalian melakukan pretest. Dimaksudkan, untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan kalian dalam menguasai materi. Bukan, untuk mencapai angka tertinggi. Hanya orang picik, naif dan gak percaya terhadap kemampuan diri sendiri, sehingga berharap ada kisi-kisi soal untuk pretest!"
"Maksudnya apa Pak?" Teman-temannya ikut bertanya.
"Jadi dari hasil pretest, Kalian bisa menilai diri sendiri. Pantas dan tidaknya, untuk ikut UNBK. Hasil pretest baik atau buruk, justru bisa dijadikan bekal untuk menilai kemampuan diri sendiri. Kemudian bandingkan dengan saingan kalian, secara jujur dan adil. Tidak curang, apalagi berharap bisa diberi bocoran kisi-kisi soalnya! Percayalah pada diri sendiri. Tunjukkan bahwa kamu memang benar-benar mampu dan bisa. Jangan menutupi kebodohan diri sendiri dengan melakukan kebohongan untuk menipu diri sendiri dan orang lain!'

Calon Mantu

Seorang pemuda, untuk pertama kalinya main ke rumah sang pacar. Calon mertuanya (camer) sudah tua dan sudah mulai terganggu pendengarannya. Tapi tentunya tetap ingin mewawancara si pemuda demi kebaikan putrinya. Karena mencari mantu harus tahu bibit, bebet, bobot. Terjadilah percakapan.
Camer    : Udah kerja?
Pemuda : Sudah Pak
Camer.   : Dimana kerjanya?
Pemuda : ngalintrik (bahasa Sunda, maksudnya cuma nongkrong)
Camer : Wah, hebat kalo di listrik mah. Dulu kuliah di mana?
Pemuda : S-1 mah di ITB (Icalan Teh Botol), S-2 nya di IKIP (Indit Kari Ingkig Pangangguran) kalau S-3 saya di  UI (Udar Ider alias Ungkag Ingkig, artinya luntang lantung cuma wara wiri).
Camer: Kenapa gak kuliah di UMPAD (maksudnya UNPAD)?
Pemuda: di UMPAD mah pernah Pak, ngirim kusen.
Camer: Wah, hebat pernah jadi dosen Umpad!

Nawar Baju

Gowes pagi, cuma dapat 20 km. Lumayan tubuh dan baju sampai basah kuyup oleh keringat. Karena harus langsung mengajar. Mampir ke toko baju outdoor, nyari baju flanel.
Tokonya baru buka, terlihat SPG lagi nyapu lantai. Langsung masuk ke toko, helem dibuka. Peluh terus membasahi wajah. Langsung ngambil satu baju flanel, kebetulan ada yang cocok dan pas nomornya.
"Yang ini, berapa?" Tanya saya, dengan nafas cepat.
"250!" Jawab si SPG datar.
"200?" Tanya saya meyakinkan. Bukan nawar, cuma meyakinkan.
"250!" Jawab si SPG lantang juga.
"200?" Tanya saya lebih keras. Agar lebih yakin.
"240!" Jawab si SPG, turun 10 rb.
"200?" Tanya saya lagi.
"240!" Jawab si SPG mantap.
Lumayan, cuma modal bertanya. Turun 10 ribu.
Pesan moral cerita: jangan nawar, tapi bertanyalah dengan wajah penuh keringat! Pasti harga turun.

Puring

Puring

Saya mah gak masalah siapapun pemenangnya. Cuma menyarankan sebaiknya sebagai orang beriman dan berpendidikan pilihan kita harus rasional. Jangan emosional.

Mata hati dan nurani kita jangan dibutakan oleh kecintaan yang buta terhadap paslonnya. Sampai mengeluarkan caci maki, dan kata-kata kotor yang menista pribadi dan agama orang lain. Itu yang paling saya tidak suka!

Satu hal yang pasti, kita harus dewasa dalam berpolitik. Pasangan manapun yang menang, harus kita terima, walaupun itu tidak menyenangkan bagi kita. Tapi, minimal kita telah berbuat sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan. Walaupun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan.

Jadikan negeri ini negeri yang penuh arti dalam arti sebenarnya. Bertuhan dalam arti sebenarnya, bukan dibalik, yang bertuhan menjadi yang disalahkan dan dinistakan.
Berkeadilan untuk semua, bukan hanya untuk segelintir manusia berada, manafikan manusia kebanyakan. Beradab dalam arti sebenarnya, bukan beradab hanya untuk orang berpunya, tapi biadab untuk orang tak berpunya. Bersatu dalam arti sebenarnya, bukan bersatu bersekutu dengan sekelompok manusia yang tak bertuhan dan tak bermoral yang menjungkirbalikkan benar jadi salah, salah jadi benar.

Janganlah perbedaan dalam memilih pasangan presiden, kita jadi terpecah belah, antar teman jadi bermusuhan, antara saudara jadi berpisah. Kalau segalanya harus sama atuh gak akan ramai dunia ini. Adanya perbedaan menunjukkan adanya keindahan.

Dari gesture dan cara berbicara, akal sehat kita seharusnya sudah bisa melihat mana yang pantas memimpin, mana yang tidak pantas memimpin. Dari sikap dan perilaku pendukung Paslon kita sudah bisa menentukan masing-masing siapa yang akan terpilih.

Janganlah sampai kita dipecah belah oleh ego diri. Sandarkan niat kita dalam memilih Paslon dengan akal sehat. Demi kebaikan agama, bangsa dan negara. Janganlah kita terpancing oleh issue yang dilontarkan pemecah belah bangsa,  bahwa minoritas merasa tertindas, padahal kenyataannya mayoritas tidak pernah menindas.

Janganlah mengikuti manusia-manusia yang bersikap dan berkelakuan tidak baik. Berlidah tajam, bermulut kotor, menyepelekan agama kita dan mengganggu kerukunan hidup beragama. Gunakan akal sehat, bijaksana dalam memilih, dewasa dalam berdebat adalah kunci perdamaian dalam pesta demokrasi ini.

Lihat aja contoh sederhana daun puring. Dalam satu pohon, itu tidak ada yang sama ciri corak dan warnanya. Tapi, menjadikan satu pohon puring jadi indah sedap dipandang. Semua daun bersinergi, berkolaborasi tanpa harus menunjukkan salah satu daun paling menonjol sehingga mengenyampingkan peran kecil daun lainnya.

DESS2019
#pilihakalsehat

Kacang

Pepatah, lupa kacang akan kulit.
Artinya, kacangnya udah pikun. Pelupa. Gak tahu balas budi. Padahal si kulit itu, dulu yang menjadikan si kacang seperti sekarang. Makanya ada jinggle iklan: Itu kacangmu!
Kamu pilih kacang yang mana?

Berbohong

Tidak masalah seberapa banyak kebohongan yang kamu buat, tetapi yang penting adalah bagaimana kamu membuat kebohongan itu menjadi kebohongan lain. Buatlah kebohongan itu serasional mungkin. Buatlah kebohongan sesederhana mungkin  Dengan demikian, kebohongan itu menjadikan kamu seorang yang mumpuni di mata orang awam yang senang akan kebohongan.

Berbohong adalah cara termudah agar kamu bisa jadi apapun yang kamu suka.  Bisa pergi kemanapun kamu suka. Kamu bisa merubah dan membuat apapun yang kamu suka. Berbohong, menjadikan kamu penyihir besar.

Buatlah kebohongan besar, membuatnya sederhana, tetap mengatakannya, dan akhirnya mereka akan percaya. (A.Hitler)

Herbal

Siswa: Pak, kepala saya kena bola futsal. Bahaya enggak?
Saya: Pusing enggak?
Siswa: Pusing Pak, dikit tapinya (sambil ketawa).
Saya: Gak akan kenapa-kenapa. Nanti di rumah, minum 'cingput' aja segelas.
Siswa: Bisa sembuh Pak?
Saya: Bisa, manjur koq 'cingput' mah
Siswa: Belinya di mana Pak?
Saya : Obat herbal koq. Banyak di halaman atau di kebun juga.
Siswa : Cingput itu apaan Pak? Sejenis tanaman?
Saya: Bukan.
Siswa : Terus apaan, Pak?
Saya : Tai kucing di atas rumput!
Siswa : Bwahahaha...téga Bapak mah!
Saya : 😁😁😁

Sahabat Baik

Sahabat yang baik bukanlah yang selalu ada ketika kamu berada di puncak kejayaan, melainkan ketika kamu jatuh dan tersandung dalam keterpurukan. Karena itu, agar kamu mendapatkan banyak sahabat yang baik, sering-seringlah jatuh dan tersandung sampai babak belur dan patah semua tulang tubuhmu!

Adab Orangtua Siswa

ETIKA WALI MURID

BEBERAPA KALI KITA DENGAR DAN KITA TEMUKAN ORANG TUA MURID BERTINDAK LANCANG KEPADA GURU DARI ANAKNYA. BAHKAN SAMPAI BERANI MELAPORKAN SANG GURU KE KEPOLISIAN .
UPAYA BODOH SEPERTI ITU SAYA KIRA. SEBENARNYA TELAH MENUTUP PINTU ILMU DAN CAHAYA ILAHI BAGI SANG ANAK.

Ada Sebuah Kisah Inspiratif di zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Ada seorang yang busuk hatinya ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir.  Lalu ia berupaya mencari jalan untuk menfitnahnya.

Maka ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir dan mengintipnya.

Kebetulan ketika ia mengintip Syekh Abdul Qadir.  Ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya.

Syekh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain. Ia akan makan separuh saja. Separuh makanan tersebut akan diberi kepada muridnya.

Maka orang tadi pergi kepada bapak murid Syekh Abdul Qadir tadi.

"Bapak punya anak yg namanya ini?"

Jawab si Bapak: "Iya ada!"

"Anak Bapak apa benar belajar dengan Syekh Abdul Qadir?"

Jawab si bapak: "Iya".

"Bapak tahu, anak Bapak diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani seperti seorang hamba sahaya dan kucing saja! Syekh Abdul Qadir memberi kelebihan sisa  makanannya, kepada anak Bapak!"

Maka si Bapak tidak puas hati lalu ke rumah Syekh Abdul Qadir.

'Wahai Tuan Syekh, saya menghantar anak saya kepada Tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing!  Saya hantar kepada tuan syekh, supaya anak saya jadi alim ulama!"

Syekh Abdul Qadir hanya jawab ringkas saja..

"Kalau begitu ambillah anakmu!"

Maka si bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang.  Ketika keluar dari rumah syekh menuju jalan pulang. Si bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat.  Ternyata ke semua soalannya dijawab dengan betul.

Maka bapak tadi berubah fikiran untuk kembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir.

"Wahai Tuan Syekh terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali.  Tuan,  didiklah anak saya.  Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan tidak juga diperlakukan seperti kucing.  Saya melihat ilmu anak saya, sangat luar biasa bila bersamamu"

Maka jawab tuan Syekh Abdul Qadir.

"Bukan aku tidak mau menerimanya kembali. Tapi ALLAH sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ILMU.  ALLAH sudah menutup futuhnya untuk mendapat ilmu.  Disebabkan seorang AYAH yang tidak beradab kepada GURU.  Maka anak yang menjadi korbannya".

Begitulah ADAB dalam menuntut ilmu..

Anak, Ibu, ayah dan siapa pun perlu menjaga adab kepada guru.  Betapa pentingnya adab dalam kehidupan seharian kita.

Kisah di atas menceritakan seorang ayah yang tiada adab pada guru.  Bagaimana kalau diri sendiri yang tiada adab, memaki dan mengaibkan gurunya.

Kata ulama: "Satu perasangka buruk saja kepada gurumu. Maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu".

Semoga Allah jadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya terlebih lagi kepada guru yang mengajarkan ilmu kepada kita. Amiin!

Sekedar berbagi, semoga manfaat.
Mohon maaf.

#tulisanteman

Ciri Kedunguan

Kedunguan seseorang dapat dikenali pada lima hal:
1. Pada perkataannya ketika berbicara tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengannya.
2. Pada jawabannya ketika menjawab sesuatu yang tidak ditanya tentang itu.
3. Pada kecerobohannya dalam segala urusan.
4. Pada perilakunya suka menahan kebaikan namun berharap sanjungan dan berbuat keburukan namun berharap pahala kebaikan.
5. Pada sifat dan sikapnya yang merasa paling pandai. (Sayidina Ali)

Memilih Teman

Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat itu kata Aristoteles.  Manusia tak mungkin tak butuh bantuan orang lain. Manusia adalah warga masyarakat. Manusia membutuhkan manusia lain. Manusia butuh berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi untuk hidup berinteraksi menjalani kehidupannya. Oleh karena itu manusia membutuhkan teman dalam hidupnya. Baik teman sebagai sesama manusia untuk berinteraksi sebagai mahluk social. Baik teman hidup yang berbeda jenis kelamin untuk melanjutkan keturunan dan memenuhi kebutuhan biologisnya.

Adanya teman bisa menjatuhkan harga diri dan kehormatan. Adanya teman bisa juga meningkatkan harga diri dan kehormatan kita. Seorang teman yang baik, tentu saja akan selalu menjaga diri kita sebaik mungkin. Seperti kita menjaga diri teman kita tersebut. Seorang teman yang baik akan selalu menjadi harga diri dan kehormatan kita.  Karena terjaganya harga diri dan kehormatan kita, adalah terjaganya harga diri dan kehormatan dirinya.

Teman yang baik adalah teman yang bisa menerima kita apa adanya.  Bukan karena menginginkan  kekayaan, pangkat, jabatan apalagi kekuasaan.  Karena pertemanan yang baik membutuhkan ketulusan hati, bukan kebusukan hati.  Demi kekayaan, pangkat, jabatan atau kekuasaan, bukan tidak mungkin seseorang yang mengaku sebagai teman kita. Akan berusaha menjilat dan mencari perhatian kita dengan segala cara, demi tercapainya tujuan mereka.  Bukan, tidak mungkin akibat terlalu besarnya nafsu diri untuk kekayaan, pangkat, jabatan dan kekuasaan akan menjadikan kita objek kebodohan dan kedunguan mereka. 
Salah memilih teman, karena kita tidak waspada atau terlalu percaya kepada seseorang mengakibatkan hancurnya harga diri dan kehormatan kita sebagai manusia di hadapan sesama manusia. Bahkan, di hadapan Allah SWT. Perilaku, sikap dan kepribadian kita dinilai dari perilaku, sikap dan kepribadian teman-teman kita.  Kita akan menjadi manusia yang baik, bila kita berada di dalam lingkungan teman-teman yang baik.  Kita akan menjadi manusia yang bodoh, dan tetap merasa pintar bila kita dikelilingi oleh orang bodoh atau dungu.

Benarlah Rasulullah SAW pernah bersabda: “Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)

Bila kita tidak menggunakan kecerdasan dan kewaspadaan kita dalam memilih teman.  Bukan hal yang tidak mungkin, hari demi hari, waktu demi waktu kita akan jadi bulan-bulanan kebodohan dan  kedunguan teman-teman yang berada di sekitar kita bila kita tidak waspada.  Harga diri dan kehormatan kita menjadi rusak, jatuh dan menjadi bahan guyonan orang-orang di sekitar kita.  Allah akan menjatuhkan dan membuka aib diri, dan keburukan demi keburukan dari kita akibat perilaku teman-teman yang bodoh dan dungu.

Kecerdasan merupakan modal utama untuk memilih teman yang baik dan tulus. Teman-teman yang tidak tulus dan busuk hanya akan mencelakakan diri kita.  Teman yang busuk dan dungu serta bodoh, akan memeluk dari depan tetapi menusuk dari belakang. Teman yang baik pasti berahlak baik baik. 

Jangan memilih teman yang berahlak buruk.  Karena teman yang berahlak buruk akan memberikan atmosfer yang busuk, menutup kecerdasan kita sehingga mudah marah dan emosi.  Sehingga kita mudah dikuasai oleh hawa nafsu. Jangan berteman dengan orang yang pintar tapi tidak cerdas dan tidak berakhlak. Tapi, bertemanlah dengan orang yang tidak hanya pintar tapi juga cerdas dan berahlak baik.  Seorang teman yang pintar belum tentu cerdas dan belum tentu berahlak baik. Tetapi teman yang cerdas dipastikan akan pintar dan berahlak baik.

Siapa yang Gaji Kamu?

Kemarin, saat rehat. Melihat seorang pemuda yang lagi gowes sendirian. Saya berteriak: "Hei!" Pemuda itu berhenti, dan melirik ragu, karena tidak kenal. Dia menaiki sepedanya lagi. Baru 2 kayuh. "Hei!" Saya panggil lagi. Pemuda itu, berhenti dan memandang saya. Telunjuknya menunjuk ke dadanya sendiri. Meyakinkan. "Iya, kamu!" Saya lebih keras, sambil menunjuk kepada pemuda itu. "Iya, ada apa Pak?" Tanya pemuda itu. Sayapun bertanya sambil berteriak lagi , "Heh, siapa yang gaji kamu?!"
Pemuda itu, gak menjawab. Langsung naik sepedanya lagi. Ngebut, sambil ngikik!😋

Ditilang

Suatu waktu, saat membawa kendaraan di daérah Cibatu. Di tengah jalan, tampak beberapa orang polisi sedang menggelar operasi tilang.
Degh, hati jadi deg-deg plas. Gimana enggak deg-degan, dompet ketinggalan. Padahal surat-surat kendaraan di dalam dompet yang ketinggalan. Mau balik kanan, tanggung. Soalnya operasi, di gelar tidak jauh dari tikungan. Sehingga yang lewat tikungan pasti terjebak. Semua kendaraan diberhentikan dan diperiksa. Yang surat-suratnya tidak lengkap langsung ditilang.
"Gimana atuh Yah?!" Tanya istri saya.
Saya tidak menjawab, kendaraan terus melaju. Tidak menampakan bersalah atau ragu.
Saat seorang petugas memberi aba-aba, agar kendaraan saya menepi. Sayapun turut menepi. Sambil otak terus berputar, agar lolos tidak ditilang. Dan, cling! Sebuah ide brilian muncul di kepala.
Saya lihat nama petugas di dadanya, sebut saja Budi. Kendaraan berhenti. Petugas mendekat. Saya buka kaca jendela.
"Bud! Koq kamu tugas di sini? Pindah euy? Ari si Agus masih di Majalengka?" Tanya saya, sok akrab. Pura-pura kenal.
Petugas tersebut, tampak kaget. Lalu, dia tersenyum. "Iya, saya pindah dari bulan kemarin! Si Agus, iya masih di Majalengka euy!" Di langsung tertawa ramah dan mengajak salaman. Saya menyambut tangannya, menggenggam kuat. Seolah teman lama, yang sudah lama tidak bertemu.
"Kirain, siapa. Sudah langsung maju aja! Saya lagi tugas. Gak enak sama komandan! Hati-hati di jalan ya!" Ujar petugas itu.
Sayapun langsung memacu kendaraan. Setelah agak jauh, istri saya nanya. "Emang, siapa itu Yah?!"
"Teuing, teu wawuh. Gak kenal! Cuma liat nama we di dadanya, si Budi!" Jawab saya.
Istri saya pun ngakak....

Horor

Hari minggu kemarin bersepeda dengan teman-teman di tengah hutan Darajat. Hutan ini terkenal masih angker dan jarang diinjak oleh manusia. Selama perjalanan yang cukup menantang. Tidak jarang, kita harus merangkak di bawah pohon atau akar dengan membawa sepeda pada posisi menanjak.

Sudah kali kelima bertualang ke hutan ini. Kondisi yang sulit tidak menjadikan kapok. Istilah bahasa Sundanya, daripada kapok kalah gawok. Kejadian aneh dan penuh mistis yang dialami, tidak membuat kami jera.

Pernah terjadi, seorang teman sedang merokok. Saat akan dihisap, rokok yang disisipkan di dua jarinya tiba-tiba lenyap! Kejadian lain, seorang teman yang sudah sepuh. Yang biasanya ceria penuh gelak tawa, tiba-tiba jadi pendiam dengan muka pucat. Usut punya usut, saat kembali ke kota. Ternyata dia melihat harimau hitam, dengan mata buas akan menerkamnya!

Kejadian horor dan mistis yang dialami kemarin lebih kasat mata. 20 orang yang ikut bersepeda kemarin menyaksikan sendiri kejadian gaib. Amat sangat horor. Membuat semua terdiam membisu. Bulu kuduk masing-masing dipastikan merinding. Muka kami menjadi pucat tidak terkira.

Saat sedang istirahat, makan siang dan menyeduh kopi hitam dengan mendidihkan air dengan trangia. Seperti biasanya, saya mengumpulkan sampah yang berserakan di sekitar. Sampah plastik dan bungkus rokok atau kertas nasi peninggalan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Sampah tersebut kemudian dibakar, di tengah-tengah kami. Yang ngobrol ngalor ngidul, sambil nyocol, ketawa ketiwi. Saya lihat, sebuah korek gas tergeletak. Entah milik siapa. Kebetulan sampah yang dibakar basah, sehingga susah menyala. Dan melayanglah, korek gas tersebut ke dalam bara secara ajaib. Seorang teman yang melihat, langsung berupaya menyelamatkan korek gas tersebut dengan kakinya. Tapi tidak berhasil.

Melihat gelagat tersebut semua menjauh dari api. Kecuali Pa Nana, yang sudah berusia 73 tahun. Tubuhnya kecil kurus. Kulit hitamnya sudah keriput, dengan gigi sudah tanggal semua. Walaupun begitu Terkenal Kobe, bedegong. Tenaga gowesna, anak muda pun banyak yang kalah. Bukannya menjauh, Pa Nana malah nyinyir : Ah, gak akan apa-apa!

Tak lama kemudian, saat kami kembali ngobrol. Tiba-tiba, wuuuush! Korek gas, yang dimasukan tadi meledak. Mengeluarkan api yang cukup besar. Kami semua, sampai terpental ke belakang, bahkan ada yang melompat karena kaget. Pa Nana, yang paling dekat dengan sumber api. Tubuhnya sampai terpental dari posisi duduknya! Semua terpingkal-pingkal, melihat Pa Nana terlompat dan terpental malah ketawa dengan mulut ompongnya!

Anehnya, mungkin karena kami terlalu berisik dengan kejadian tersebut. Tiba-tiba, entah darimana. Muncul seorang lelaki tinggi kurus. Saking kurusnya, terlihat pipinya menonjol keluar. Rambutnya seperti lidi, lurus dan jarang. Kulitnya hitam dengan baju merah darah. Matanya melotot, ke arah kami semua, penuh amarah.
"Hei!" Teriaknya, dengan suara menggeram. Gak ada yang berani menjawab.
"Hei!" Teriak lelaki mengerikan itu. Kami makin ketakutan. Semua diam.
"Hei! Siapa yang menggaji kamu?!"

Don't Rich

Sempet termenung lama dan alis pun berkerut saat melihat tulisan di gambar sebuah bumper truk: "DON'T RICH PEOPLE DIFFICULT!"
Gak bisa nahan ketawa, maksudnya ternyata: "JANGAN KAYA ORANG SUSAH!"

Keitimewaan Rosulullah

Nabi Muhammad ﷺ sendirian di Mekah dan mengajak manusia menyembah Allah. 1400 tahun kemudian, ada 1.8 miliar  Muslim di seluruh planet bumi. Tanpa Twitter, tanpa Facebook, tanpa Snapchat pada masa itu tapi dia paling banyak pengikutnya.

Tidak ada foto diri atau potret dirinya, tapi dia adalah manusia yang paling  banyak diikuti dan ditiru oleh manusia  di muka bumi. Dia tidak menulis autobigrafi, tapi dia  yang paling banyak dituliskwn autobiografinya, paling sering  dipuji, paling banyak disebut oleh manusia sepanjang manusia diciptakan.  Setelah wafatnya dia tidak meninggalkan emas dan perak, tapi setiap Muslim di permukaan bumi ikhlas menyerahkan keluarga, anak istrinya, kemakmuran dan kekayaannya bahkan nyawanya sekalipun untuk mendapatkan setetes keindahan dan ketampanan serta kemuliaan wajah Rasulullah

Kebaikan Berdiam Diri

1. Manusia yang paling mengenaskan adalah manusia yang tidak tahu, tapi dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
2. Manusia menggelikan adalah manusia bodoh, yang menganggap dirinya pintar.
3. Manusia keji adalah manusia yang menganggap kebajikan adalah kejahatan.

Berdiam diri menghadapi mereka adalah satu kebaikan. Karena, dengan diam pun mereka akan terjerumus ke dalam kesalahan dan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dan menjatuhkan diri mereka sendiri ke dalam jurang kenistaan.

Dari ketiga jenis manusia tersebut di atas, yang paling sedikit membawa madharatnya adalah manusia yang tidak tahu, tapi dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu. Karena, mungkin dia lebih menyukai tempe. Apalagi tempenya digoreng kering, dicocolin kecap Tintin dengan sangu panas-panas dalam keadaan lapar.

Mimikri

Mimikri Bunglon

Pigmen warna kulit melanin membantu bunglon berubah warna. Melanin serat
seperti sarang laba-laba dapat menyebar melalui lapisan sel pigmen. Kehadiran
mereka menyebabkan kulit menjadi lebih gelap. Lapisan bawah kulit luar bunglon berisi
sel yang terkait erat satu sama lain yang disebut chromatophores. Lapisan ini
memantulkan cahaya dan dipenuhi melanin pigmen alami.

Lapisan atas chromatophores memiliki pigmen merah atau kuning, sedang lapisan bawah memiliki pigmen biru atau putih. Perubahan warna pada bunglon berawal bari ketika mata bunglon menangkap rangsang warna/ tekanan/ perubahan suhu/ birahi dari lingkungan sekitarnya.

Kemudian rangsang disalurkan ke bagian epitalamus. Selanjutnya, epitalamus akan mengolah rangsang yang masuk lalu menghantarkannya ke seluruh
saraf tepi di semua permukaan kulit bunglon dan chromatophore akan menangkap
pesan dari otak tersebut. Dengan begitu, chromatophore akan membesar atau mengecil mengakibatkan pigmen-pigmen bercampur dan akan membentuk warna yang menyerupai
lingkungan sekitarnya.
(Brainly.co.id)

Credit video by: Australian Muslim

Lelap

Biarlah lelap,menutup lelahku walau sesaat. Menjadi guru itu bukan cuma mengajar. Tapi, juga harus bisa mendidik. Kalau cuma mengajar, hewan pun bisa mengajari anaknya dengan baik. Mengajar hanya merubah anak yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak pandai menjadi pandai. Mengajar berhubungan dengan fisik (otot dan otak) sehingga bisa dilatih.
Tapi, mendidik itu lebih sulit karena harus merubah anak tidak baik menjadi baik, tidak soleh jadi soleh, tidak sopan menjadi sopan. Mendidik berhubungan dengan sikap dan perilaku, bersifat psikis. Bersifat rohaniah. Itu sangat menguras mental, kesabaran, dan emosi.
Mendidik anak sendiri mungkin mudah, karena ada pertalian darah dan kasih sayang secara alami tumbuh antara anak dan orangtua. Yang sulit itu mendidik siswa karena tidak ada pertalian darah dan harus menumbuhkan kasih sayang kepada mereka yang bukan anak-anak kandung kita. Padahal kita harus mendidik mereka, dengan penuh kasih sayang seperti kepada anak-anak kita.
Lebih baik mendidik anak-anak agar soleh daripada pintar dan cerdas. Karena anak yang soleh, sudah pasti pintar dan cerdas. Sedangkan, anak yang pintar dan cerdas belum tentu soleh.
Yang menyelamatkan diri mereka sendiri, menyelamatkan orangtua dan menyelamatkan para gurunya di akhirat kelak.  Bukan kecerdasan dan kepintaran mereka. Tapi, kesalehan dan amal baik mereka karena didikan para guru dan orangtuanya.
Semoga kalian semua menjadi anak-anak yang soleh dan solehah! Love you all, my students!

#Credit to someone who took this pict!

Pintar

Semua anak itu pada dasarnya baik dan pintar. Lingkunganlah yang menjadikan mereka tidak baik dan malas. Cara terbaik mendidik mereka adalah dengan "menyentuh" hati nurani mereka agar menjadi lembut dan menghargai serta memanusiakan dirinya sendiri.

Kolak, koclak, koplak, kocak

Kolak adalah makanan yang enak dan dinantikan pada saat akan berbuka puasa. Ada kolak pisang, kolak tape, kolak singkong, kolak waluh, kolak kolang-kaling, kolak Candil dll.
Tapi bila kolak ini disisipi huruf c diantara o dan l, maka menjadi koclak! Yaitu, istilah dalam bahasa Sunda untuk buah yang sudah tua. Misalnya untuk memilih kelapa dan alpuket yang sudah tua, kita akan menggoyangkan buahnya. Kalau air di dalam kelapa itu terdengar atau biji alpukatnya terasa bergoyang itu namanya koclak.

Kata koclak, biasa pula diucapkan untuk sindiran orang-orang yang berperilaku dungu, aneh, sok tau, songong, nyolot dan besar mulut padahal tidak mengerti apa-apa. Lalu berkomentar kepada sesuatu hal yang dia sendiri tidak mengerti atau tidak memahaminya.

Bila kata kolak, diantara hurup o dan l disisipkan huruf p. Maka jadi berbunyi koplak, menurut KBBI yaitu mengandung arti dungu, aneh, otak agak miring di gunakan untuk mencela seseorang tanpa secara langsung. Baik koplak dan koclak mempunyai arti yang mirip. Sebelas dua belas, bahkan koclak dan koplak, secara sarkasme bisa diganti satu kata yaitu koplok alias goblok.

Jadi, bila banyak orang yang ngomong ngelantur, njeplak, asal ngomong ,asal ucap padahal salah. Sehingga perkataannya malah berbalik mempermalukan dirinya sendiri. Jelas, orang-orang seperti itu adalah orang yang koplak alias koclak. Saking bodoh perkataan orang yang koclak, sehingga membuat dagelan yang lucu karena ketidaklucuannya. Membuat orang tersenyum simpul atau tertawa terbahak-bahak. Kocak!

#ingetkoplak
#ingetkoclak
#ingetkolak
#ingetkocak.

Curang

Ada yang Aneh di Sepakbola Indonesia

Apanya yang aneh? Sepakbola ya sepakbola, hukum universalitasnya berlaku. Aturan, perangkat, dan segala hal yang terlibat ya sedemikian itu.
Tapi untuk tahun 2019 ini sepakbola Indonesia memang aneh. Sangat aneh.

Apa coba?
Kompetisi resmi penyelenggaraannya ditunda sampai selesai pemilu. Alasannya dikhawatirkan terjadinya gesekan dan kontaminasi politis di dalamnya. Lebih dari itu pihak keamanan harus terpusat pada keamanan penyelenggaraan pemilu. Tidak boleh terpecah dengan pengamanan sebuah perhelatan olahraga sejenis kompetisi sepakbola.

Benarkah?
Tentu saja tidak. Tidak sama sekali.
Sepakbola yang didengungkan tidak boleh ada unsur politik faktanya adalah sangat politis, lebih tepatnya sengaja disusupi gerakan politis.
Piala presiden!
Turnamen ini mendapat restu dan didukung penuh oleh pihak keamanan. Katanya mau konsentrasi di pemilu, tetapi sepakbola dengan kelas turnamen malah berizin, sedang liga dengan derajat kompetisi resmi ditunda. Turnamen dalam seminggu bisa terjadi 2 atau 3 match sedangkan liga seminggu 1 match.
Ambigo kan?

Lalu?
Ya iya, karena perangkat penyelenggara piala presiden lebih banyak dikuasai para politisi makanya berizin. Lihat saja ketua SC-nya seorang politisi dan jurkam serta timses salah satu paslon presiden.

Jadi dusta teramat dahsyat jika sepakbola tidak boleh disusupi aroma politis. Faktanya justru digerayangi kepentingan politik.
Netral?
Tidak mungkin!
Kita belum bisa berlaku profesional. Kita baru lantang mengucap profesional tetapi tindakan masih amatir.
Jika memang ingin murni lepas dari kepentingan politik, seyogyanya panitia dan perangkat penyelenggara adalah orang-orang profesional yang lepas dari kepengurusan sebuah parpol.

Tetapi, jika semua perangkat kepanitiaan murni orang profesional dan tanpa dititipi orang politik ya gak mungkin dapat izin.

Waduk sekali kan?
Ya iyalah waduk pisan!

(Tina Status zenal Wahyu)

Mithoma ia

Pathological lying (also called pseudologia fantastica and mythomania) is a behavior of habitual or compulsive lying. Pathological lying is also known a compulsive lying.

Mythomania adalah penyakit kejiwaan, yaitu kecenderungan berbohong yang dimaksudkan bukan untuk menipu/mengelabui orang lain, tetapi justru untuk membantu dirinya sendiri mempercayai/meyakini kebohongannya sendiri.

Seorang mythomania, berbeda dengan pembohong biasa yang sadar, berbohong.  Seorang mythomaniac tidak menyadari bahwa ia berbohong. Tidak mampu membedakan imaginasi dan kenyataan yang sebenarnya. 

Kebohongan-kebohongan yang dilakukan seorang mythomania dilakukan 'di luar' kesadaran.  Dia tidak sadar orang lain akan terganggu dengan kebohongannya. Bagi dia yang terpentin adalah mendapat pengakuan oleh orang-orang di sekitarnya.

Ciri-ciri pembohong mythomaniac :
1. Selalu merasa dirinya lebih baik dari siapapun
2. Dia  tidak menghargai kejujuran, bahkan sama sekali tidak juga menghargai kepercayaan
3. Sangat percaya apa yang dikatakannya benar padahal jelas tidak benar buat orang lain.
4.Berbohong untuk mendapat simpati dan terlihat baik
5. Pintar memanipulasi suatu keadaan, dengan cara yang menurutnya lucu, tanpa menghiraukan perasaan orang yang dibohonginya.
6. Dia tidak pernah mengakui kebohongan yang dilakukannya, karena apa yang dilakukan dalam benaknya adalah satu kebenaran.
7. Berupaya untuk meyakinkan orang-orang di sekitarnya, dengan melakukan suatu perbuatan yang seolah-olah adalah satu kebenaran. Padahal sesuatu yang sudah dia rekayasa dengan berbagai cara.

Sumber :

Orang Baik

Orang baik tidak akan pernah menunjukkan kepada orang lain bahwa dia telah melakukan perbuatan baik. Tetapi orang jahat akan selalu menunjukkan kepada orang lain bahwa perbuatannya selalu baik.

Orang baik akan melakukan perbuatan baiknya secara sembunyi-sembunyi dari mata manusia karena dia yakin Allah Maha Melihat. Tetapi orang jahat dan munafik akan selalu menunjukkan perbuatan baiknya karena ingin dilihat oleh manusia dan dia buta hati bahwa Allah Maha Melihat.

Intuisi

Intuisi....

Seringkali dialami oleh kita berupa isyarat alam atau satu bayangan dalam fikiran yang tidak pernah terpikirkan. Saat intusi itu muncul, seringkali saya mengabaikan.  Karena, saya fikir itu hanya perasaan sesaat. Tetap melakukan perbuatan yang sebelumnya "diperingatkan" oleh intuisi untuk tidak melakukannya. Maka, terjadilah apa yang tersirat dalam intuisi itu menjadi kenyataan.

Suatu waktu, paginya sebelum berangkat. Tiba-tiba ada bayangan dalam fikiran. Kendaraan saya ditabrak angkot dari belakang. sayapun tetap berangkat kerja.  Sore harinya, saat akan pulang.  Lalu lintas macet total. Ketika, sedang asyik melihat lalu lintas yang macet.  Tiba-tiba, BRAK! Mobil berguncang kerras. Tubuh terdorong ke depan. Untung memakai sabuk pengaman. Sehingga tidak terlempar ke depan dan membentur kaca. 

Sesaat, terdiam karena kaget dan bingung.  Melihat ke depan, takutnya saya yang menabrak mobil yang di depan. Alhamdulillah, tidak.  Lalu saya lihat ke belakang via spion atas.  Ternyata sebuah angkot, telah mencium belakang kendaraan saya.

Kejadian lainnya, saat akan menjemput si bungsu. Tiba-tiba terlintas, ada beca nyelonong dan menabrak dari samping. Tapi, saya abaikan.  Tidak lama kemudian, DUK! Sebuah becak, telah mencium bagian samping kendaraan. Penyok!

Dua minggu lalu, muncul lagi intuisi.  Hujan lebat yang disertai angin kencang.  Kali ini, saya mengikuti kata hati. Plus nasihat dari istri saya. Hati-hati, mending jangan ikutan.  Saya pun menurut.  Tidak ikut kegiatan apapun.  Namun, saya tidak bisa membuktikan makna dari intuisi yang muncul tersebut. 

Kemarin pagi sebelum kerja, muncul lagi seperti bayangan hujan lebat disertai angin kencang. Tetap, beraktifitas seperti biasa.  Tapi, tidak ikut kegiatan yang seharusnya masuk agenda minggu ini. Malamnya, beberapa teman mengajak ikut bergabung dan berangkat malam itu.  Tapi lagi-lagi saya teringat intuisi yang muncul sampai dua kali.  Jadi saya tetap bertahan tidak ikut, dengan catatan saya memastikan akan berangkat sendirian subuh pukul 5 pagi.

Pukul 04.30 mata sudah tidak bisa dipejamkan. Akhirnya langsung mandi dengan air hangat yang sudah disiapkan istri saya.  Sambil tetap dia wanti-wanti, hati-hati.  Kalau ada sesuatu lebih baik mundur teratur.  Selesai solat subuh dan semua persiapan sudah lengkap. Saat membuka, pintu dan akan membawa sepeda keluar. Hujan pun turun tiba-tiba dengan sangat lebat disertai angin kencang yang meniup pepohonan sampai doyong hebat. Bahkan, seperti nyaris runtuh.  Kejadian tersebut persis, seperti yang muncul dalam fikiran beberapa waktu lalu.  Batal gak jadi berangkat. Sepeda diparkir dan tiduran lagi, sambil berharap hujan deras dan angin kencang berhenti. 

Pukul 8.20 akhirnya hujan berhenti.  Tapi, cuaca masih mendung. Awan gelap di arah barat terlihat melapisi langit. Pamit sama istri saya, berangkat sambil membawa sepeda ke luar.  Pada waktu akan naik sadel, tiba-tiba muncul lagi sebuah bayangan yang menggambarkan ban gembos. Segembos-gembosnya! Tidak saya hiraukan. Tatap naik sadel, dan melaju menuju arah Bandung.

Baru mencapai 4 km dari rumah, tiba di pertigaan Jalan Ahmad Yani dan Jalan Cimanuk. Sepeda dihentikan, karena Garmin lupa dinyalakan. Dua menit kemudian, saat pedal akan dipacu.  Ada yang tidak nyaman. Saya lihat ke bawah. Ban belakang gembos-segembosnya. Tidak ada udara sama sekali! Akhirnya, memutuskan untuk BATAL!

Jangan abaikan intuisi!