Sunday, December 8, 2013

Bicaralah dengan Anak-anak dengan Bahasa Mereka


Saat baru sepuluh menit tiba di rumah dalam keadaan lelah dan kurang sehat. Keringat belum kering di badan. Mata jadi terpicing, mulut melongo.  Si Cantik keriting, anak ketiga saya yang duduk di kelas 3 SMP.  Baru tiba juga.  Tapi ada yang aneh. Rambutnya jadi lurus, tipis mengkilap.  Tanpa menghiraukan kebingungan dan mulut saya yang melongo.  Si Keriting, langsung meraih tangan, dan cium tangan sambil mengucap salam.
"Koq, rambutnya jadi lurus Teh? Ke salon ya?", tanya saya penasaran.
"Iya, Yah...", jawabnya menahan perasaan wajahnya tertunduk. Lalu dia masuk ke dalam.

Sore hari, setelah mandi. Meredakan kelelahan setelah "bike to camping" sehari semalam, dengan kondisi flu berat. Badan direbahkan di atas karpet sambil menonton Wild Animal. Si Keriting cerita, "Dena ke salon pake uang sendiri koq Yah. Nabung tiga bulan...!"
Saya tersentak sambil tersenyum, "Haduh Teh, saking pinginya punya rambut lurus ya?"
Si Keriting cuma tersenyum malu. Tapi, dalam hati saya tetap penasaran. Pasti ada sesuatu yang membuatnya sampai harus ke salon, merawat dan meluruskan rambutnya. Saya tahu persis, jiwa si Keriting itu "tough". Gak sampai segitunya merubah penampilan kalau tidak ada sesuatu yang berat banget.

Cerita punya cerita, setelah si Keriting masuk ke dalam kamarnya.  Istri saya bercerita. Si Keriting, beberapa waktu yang lalu saat mudik ke tempat asal.  Ada salah seorang saudaranya, nyeletuk.  Kalau rambutnya yang keriting banyak "lisa" (anak kutu) dan kutunya. Jorok.  Tidak seperti anak saudara yang lain, yang rambutnya terawat dan ke salon secara teratur. Rambut mereka, tersisir rapih, mengkilap!

Perkataan yang menurut orang dewasa wajar.  Tapi dalam penerimaan, kejiwaan seorang anak jadi lain.  Hal itu kepikiran selama berbulan-bulan.  Si anak jadi pendiam. Mudah tersinggung dan hilang percaya diri. Tapi, masalah yang dipikirkannya tidak berani dibicarakan dengan orang tuanya.  Bukannya kami kurang komunikasi.  Tetapi, katanya takut terjadi pertengkaran antara kami dengan keluarga.  Hal itu pula, yang mengakibatkan si Keriting tidak pernah mau ikut bergabung saat kumpul dengan keluarga. Alasannya, sibuk mau paskibra.  Ternyata dia kemarin bilang, alasan sebenarnya adalah malu dan takut dibilangin lagi rambutnya kutuan dan jorok!

Batin saya menangis, saat mengetahui alasan kenapa si Keriting sampai harus menabung selama tiga bulan dengan menyisihkan uang jajan. Untuk meluruskan rambut dan merawat rambutnya.  Karena alasan utamanya, merasa sakit hati dibilangin jorok oleh saudaranya tersebut. Untuk kesekian kalinya, saya hanya bisa diam.  Menahan diri. Mengadukan segala sesuatunya kepada Allah SWT.  Biarlah, Allah yang Maha Bijaksana yang akan mengaturnya.

Sebagai orang dewasa seharusnya mawas diri bila berbicara dengan anak-anak.  Bahasa yang arif dan bijak saat berbicara dengan anak-anak sangat diperlukan. Tidak memandang kebaikan dari sudut diri sendiri, tapi dari sudut kejiwaan seorang anak.  Saat berbicara dengan anak bungsu saya yang baru 7 tahun, saya selalu berusaha untuk mensejajarkan tubuh dengan dia agar bisa bertatapan langsung dengan matanya.  Sehingga, kita bisa melihat sorot mata si anak, apakah anak itu perasaan dan jiwanya tersinggung oleh perkataan kita atau tidak.

Tadi pagi mengantar si Keriting ke sekolahnya, saya hanya bisa berdoa dan mengingatkannya untuk selalu Bismillah dalam segala hal. Sementara, batin dan hati saya tetap menangis, mengingat tekanan beban dan perasaa dia selama berbulan-bulan sampai harus merubah penampilan dirinya sendiri :(