Friday, November 23, 2012

Petani Sniper

1983
Waktu duduk di kelas 2 SMP Negeri Batujajar, bukan sekali dua kali diajak Ayahanda membantu sekedar membawa pupuk kandang, mencangkul atau menyiangi sawah. Letak sawah, lebih kurang 500 meter di depan sekolah.

Teman-teman satu kelas dan guru sudah maklum kalau saya berpakaian kumal. Lewat depan sekolah sambil membawa cangkul atau karung berisi pupuk kandang! Beriringan dengan Ayahanda, berarti hari itu saya bolos sekolah.

Ayah, adalah seorang petani. Walaupun sebenarnya beliau berdinas di RPKAD dengan pangkat PELTU. Beberapa kali, ditawarkan untuk SECAPA tapi beliau menolak dengan berbagai alasan. Selepas pensiun, beliau lebih suka jadi petani. Asli petani. Sawah milik sendiri, dikelola, diolah, dan dirawat sendiri. Ayah, sangat menikmati masa pensiunnya dengan bertani.

Beliau mengajarkan kerja keras, kegigihan, kesabaran, kelembutan dan kepedulian terhadap sesama. Tegas, disiplin tapi penuh kelembutan. Menanggapi masalah selalu dengan hati dingin, dan rasional. Selalu tersenyum, disukai oleh anak-anak, remaja dan orang tua karena sering becanda. Memberi pelajaran langsung dengan mencontohkan, dengan kerja, bukti nyata. Tidak teori belaka.

Satu hari, saat mengikuti beliau untuk menyiangi sawah (sunda; ngagasrok). Di bahu kami masing2 tergantung cangkul. Di tengah jalan, dua orang pemuda sedang membidik burung pipit di atas ranting pohon nangka.

Kami pun berhenti. Melihat aksi mereka. Tapi, beberapa kali pemuda yang membidik. Tembakannya selalu meleset. Ayah, sepertinya geregetan. Beliau, meletakan  cangkul yang tergantung di bahunya.

"Coba pinjam senapannya!", pinta ayah pada pemuda yang memegang senapan angin.
Ayah mengambil posisi, kedua matanya tajam menatap sasaran.   Menahan nafas sebentar. Diam sesat, jarinya tangan Kanannya yang tersisa tiga buah tampak mulai bergerak perlahan. Setelah, yakin dan mantap. Telunjuknya, langsung menekan trigger senapan...

"Desss...!!!" Terdengas letusan khas senapan angin. Satu buah nangka yang masih kecil terjatuh. Tertembak tepat di tangkainya!!! Getah menetes dari sisa tangkai di pangkalnya yan berjarak lebih kurang 10 meteran dari tanah.

"Nah, begitu caranya menembak. Popor harus tepat di bahu. Ajeg, mata jangan dipicingkan! Tahan nafas dan fokus ke sasaran. Tapi, tolong jangan jadikan burung atau mahluk hidup sasaran!" Kata ayah panjang lebar menjelaskan, sambil melemparkan senapan angin kepada pemiliknya.

Kedua pemuda itu terbengong-bengong. Kaget dan malu, karena bidikan dan tembakannya dikalahkan oleh seorang petani berpakaian kumal!




No comments:

Post a Comment