Sunday, November 25, 2012

Berburu Informasi dari Bungkus Kerupuk Gurilem



1976-1983

Berlangganan koran pada tahun-tahun 70an hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Waktu itu, yang berlangganan koran paling dekat  dengan rumah adalah sebuah toko obat satu-satunya di Batujajar. Mang Udan adalah pemilik toko obat yang menjadi tempat membaca koran gratis.

Para pemburu iformasi tidak hanya dari orang biasa. Tetapi juga para prajurit Kopasandha yang asrama dan pusat latihannya berhadapan dengan toko obat itu. Dahulu, antara rakyat biasa dengan prajurit hubungannya sangat erat. Sangat dekat sehingga rakyat di Batujajar pun bisa bebas bermain di asrama dan area latihan. Sekarang mah, lapangan RA Fadillah tempat masyarakat biasa berolah raga, tempat bermain seluruh anak2 di batujajar pun tertutup rapat benteng hijau :(

Setiap ada waktu luang, pulang sekolah, siang hari, atau bahkan sore hari, dipastikan menyempatkan diri meminjam koran PR, Sipatahunan, Giwangkara atau Galura dari Mang Aep atau Ohan yang menunggui toko obat itu. Bisa bertahan, berjam-jam hanya sekedar membaca koran yang biasanya sudah lusuh dibaca puluhan orang.

Kegemaran membaca koran ditularkan dari ayah, yang sering juga mengunjungi toko obat itu semasa bertugas di Kopasandha. Kadangkala datang berdua dengan Aush, sang kakak. Karena koran hanya ada satu. Biasanya, halaman koran dibagi agar biasa dibaca banyak orang.  Jadi kalau membaca koran yang beritanya bersambung ke halaman lain. Kudu menunggu dulu, untuk menamatkan beritanya. Karena halaman sambungannya sedang dibaca oleh orang lain :(

Kalau hari Selasa atau Jumat, koran biasanya ada tiga. Yaitu koran berbahasa Sunda, Giwangkara, Galura dan Sipatahunan. Walaupun hanya terbit seminggu dua kali, kedua koran itu sangat dinanti-nanti dan digemari. Karena lebih banyak dongengnya.

Satu cerita yang masih ingat sampai sekarang adalah cerita komik bersambung, tentang seorang manusia yang menikah dengan kuntilanak. Si Kuntilanak bisa berubah menjadi manusia biasa dan menikah. Karena di kepalanya ditusukan jarum pentul oleh suaminya. Saat anak mereka disuruh membersihkan kutu rambut sang ibu. Sang anak, melihat jarum pentul yang tertancap di kepala ibunya. Saat dicabut, dalam sekejap ibunya kembali berubah menjadi kuntilanak.

Seringkali saat makan kerupuk awur (gurilem) yang dipincuk (dibungkus) sobekan koran. Pincukan/sobekan koran bekas bungkus itu tidak langsung dibuang. Tapi dirapikan, dibersihkan dulu dari bekas minyak dan remah bekas gurilem kemudian kata demi kata, gambar dan berita  yang terpotong dibaca. Bahkan berganti-tukar dengan  "koran" Aush, sang kakak.

Alhamdulillah, walaupun membaca dari pinjaman dan dari bekas bungkus kerupuk Gurilem. Selama di SD dan SMP untuk pelajaran pengetahun umum (IPS dan PMP) di raport selalu dapat nilai 10 :)

No comments:

Post a Comment