Tuesday, June 14, 2016

Menyoal Bimbel


Status salah seorang teman di FB, kemarin yang mempertanyakan tentang bimbel oleh guru-guru yang notabene adalah guru sekolah negeri sama menjadi pertanyaan dalam benak saya. Karena anak-anak saya juga menjadi kebijakan yang tidak bijak dari segelintir guru yang mencari tambahan nafkah dengan cara memberikan bimbingan belajar baik di sekolah, di rumah atau di tempat bimbingan belajar.
Selaku guru dan orangtua sekaligus, telah dibuat garis yang tegas tidak tertulis di dalam rumah. Anak-anak tidak harus ikut bimbel. Mereka sudah bayar mahal SPP dan biaya lain-lain di sekolah negeri (yang katanya gratis karena ada bos, pada praktiknya tetap bayar sampai ratusan ribu per bulan) kenapa harus mengikuti bimbel lagi di luar. Plus diiming-imingi kalau anak guru diskon 50 persen!
Marah, kecewa, kesal, senyum pahit, sedih, kasihan, dan istigfar selalu terjadi setiap kali pertanyaan dan keluhan dari anak-anak saya bila di sekolah nilainya tidak sesuai dengan harapan mereka.
Sebagai misal: anak pertama dan anak kedua dari istri saya yang pertama (karena istri kedua tidak punya) waktu di SMA, guru kimianya mengadakan les kimia di rumahnya. Anak saya mengeluh karena dia mendapat "bisikan" dari teman-temannya kalau soal ulangan itu sebenarnya sudah diajarkan terhadap anak-anak yang ikut bimbel di rumah guru tersebut. Sehingga anak-anak yang ikut bimbel atau les dipastikan nilai ulangannya besar.
"Tapi kamu bisa kan mengerti dan mengerjakan soal yang sama?", tanya saya.
"Bisa, tapi karena cara penyelesaian berbeda. Nilainya jadi gak gede", jawab anak saya.
"Ya, sudah berarti gak ada masalah! Untuk apa kamu dapat nilai besar kalau tidak mengerti. Kamu itu sekolah biar mengerti bukan untuk mencari nilai atau rangking. Biarkan teman-teman kamu ikut les, tapi kalau kami bisa mengerjakan tanpa les. Berarti kamu lebih hebat. Rangking mah gak penting,yang penting itu mengerti dan bisa!", tegas saya.
Begitupun dengan anak ketiga yang duduk di kelas 11, dia mungkin karena melihat teman-temannya ikut bimbel. Sampai nangis-nangis dan beradu argumen dengan ibunya. Namun setelah diberikan pertanyaan.
"Bila sebuah gelas telah penuh dengan air, kemudian terus diisi air. Apa yang terjadi?", tanya saya.
"Tumpah...air gak ketampung!", jawab si keriting.
"Nah, kamu kan mengerti. Otak kita, fisik kita juga analoginya sama dengan gelas. Kamu pulang sekolah saja jam 16.30, terus mau ikut bimbel di luar. Kira-kira dengan otak yang sudah lelah, kira-kira apa yang akan kamu dapatkan dari bimbel?", susul saya lagi.
"Iya, tapi di bimbel diajarin cara-cara menyiasati soal SMBPTN!", pungkas si keriting lagi.
"Lha, itu mah kan bisa dipelajari kamu sendiri. Baca sendiri. Bangun tengah malam. Tahajud. Minta sama Alllah. Apapun minta sama Allah. Pasti dikabulkan. Minta keridoan orang tua, kalau orang tua sudah meridoi. Allah pasti meridoi. Kemanapun kamu melangkah kamu pasti sukses. Bukan oleh bimbel, bukan oleh guru les!!!"
Alhamdulillah, si Keriting mengerti. Setiap malam, sesudah terawih dia tidak langsung tidur. Mencoba membaca, membuat sendiri rumus dan konsep yang menurut dia penting untuk diingat. Dia gambar, dinding kamarnya berubah jadi penuh rumus dan konsep2 penting. Plus rajin berdoa,ngaji dan sholat tahajud.
Kenapa harus ikut bimbel atau les?
Si Bungsu duduk di kelas 3 SD, mengalami kejadian yang sama. Setiap kali dibagi raport dia selalu meminta maaf karena tidak masuk rangking 3 besar. Padahal nilai-nilainya selalu bersaing dengan teman-temannya yang peraih 3 besar dan ikut les di sekolahnya.
"Rangking mah tidak penting Ade, yang penting kamu bisa dan kamu bisa membuktikan bahwa kamu lebih bisa daripada teman-teman Ade!", itu jawaban saya dan ibunya.
Selalu ditekankan, rangking itu tidak penting. Rangking itu bukan segalanya. Rangking itu hanya jumlah angka-angka yang dibuat manusia. Tidak menunjukan kualitas sesungguhnya seorang manusia. Yang penting Ade dan Aa mah, jadi anak saleh, teteh jadi anak solehah bisa ngaji, bisa sholat, puasa, bayar zakat dan nanti pergi ke Mekah kalau udah gede. Itu udah amat sangat baik.
Untuk menjadi manusia yang benar, baik dan berguna baik dirinya sendiri, keluarga, lingkungan, agama dan negaranya bukan dengan bimbel. Tapi dimulai dari dirinya sendiri untuk berjuang keras dan berdoa serta minta kepada Allah serta doa dari orangtua untuk meraih apa yang diinginkannya bukan dengan menuhankan bimbel!

No comments:

Post a Comment