Wednesday, May 11, 2022

Berpuasa Selama 18 Jam



Oleh : Deny Suwarja

Saat menikmati perjalanan Jakarta - Jedah dengan maskapai penerbangan Lion Air JT 1112 yang memakan waktu kurang lebih 9,5 jam.  Rombongan dalam pesawat yang akan melakukan umroh praktis harus berpuasa lebih kurang 18 jam. Hal itu terjadi karena pesawat menuju ke arah Barat, yang mau tidak mau menambah perjalanan waktu.  Karena penerbangan searah dengan arah perjalanan perputaran bumi.  Jadi seolah-oleh kita mengejar dengan tenggelamnya matahari. 

Saat awak pesawat membagikan jatah makan siang, terlihat hanya satu atau dua orang yang tidak berpuasa (ruhsoh) dan menyantap makanan tersebut.  Namun, Alhamdulillah secara umum semua memilih untuk tetap berpuasa.  Waktu terasa berlalu sangat lambat. Pada saat melihat jam tangan menunjukkan pukul 17.30, seorang teman yang duduk di sisi pesawat membuka jendela pesawat. Tampak, matahari masih tertawa, terang benderang. Padahal kalau di Indonesia sudah pasti matahari sudah redup, tenggelam di ufuk barat.



Mulut dan bibir sudah kering, tenggorokan benar-benar merasakan rasa haus yang amat super duper dahaga. Air ludah mengental dengan sendirinya, Cairan di dalam mulut terasa lengket. Karena kelenjar parotis, sublingual dan kelenjar submandibular tidak mampu lagi menghasilkan saliva. Namun berkah ketabahan.  Semua tetap bertahan dan tabah terus berpuasa, paling saling tersenyum dan menunjukan ke tenggorakan masing-masing. Padahal kalau iman mereka tipis atau dengan alasan ruhsoh.  Bisa saja mereka makan dan minum, karena sebelumnya awak pesawat membagikan nasi box untuk berbuka puasa dan segelas air kemasan.  Tapi, tak seorang pun yang membuka dan menyantapnya. Semua tetap khusu berpuasa, bersabar, mengisi waktu dengan tadarus membaca Al Quran. 

Pukul 17.45 pesawat mendarat di Jeddah seharusnya sudah magrib, tapi tetap masih terlihat cukup terang. Diangkut bus bandara menuju ke ruang imigrasi untuk pemeriksaan paspor dan visa. Saat turun dari pesawat dan bus bandara. Jemaah membawa tas tentengannya masing-masing,  yang dipastikan tidak ringan. Minimal membawa tas yang berisi pakaian dan bekal makanan ringan untuk berbuka. Dalam kondisi berpuasa yang sudah melewati batas waktu kebiasaan.  Dipastikan tubuh sudah dalam titik yang paling lemah. Beberapa jemaah, bahkan menggusur atau menyeret tas tentengannya di atas lantai menuju ruang pemeriksaan.  Saat memasuki ruang imigrasi, tampak antrian berderet sangat panjang di depan beberapa meja imigrasi yang dihalangi kaca mika.

Manusia dari berbagai negara dan bangsa, semua berbaris antri. Ada beberapa rombongan main serobot, tapi kami hanya diam karena jangankan kami. Petugas bandara Arab Saudi saja, yang terus berteriak mengarahkan agar kami antri, tidak mereka dengarkan. Sepertinya, petugas bandara tidak siap untuk menerima kedatangan jemaah yang begitu banyak.  Terlihat, antrian lelaki dan perempuan tidak dipisahkan. Antrian rombongan dari berbagai negara yang baru turun, tidak dipisahkan berdasarkan asal  negara dan maskapainya tetapi dibiarkan berderet dan bercampur dengan rombongan negara lain.

Suasananya di bandara terlihat sangat kikuk, hirup pikuk dan penuh tekanan mendadak yang tidak diperkirakan sebelumnya dengan jumlah kedatangan manusia yang begitu membludak dan mendadak. Antrian bertumpuk, akhirnya beberapa meja pemeriksaan imigrasi dibuka mendadak untuk mempercepat proses. Manusia yang berpostur tubuh tinggi besar, kurus tinggi, pendek kekar, pendek kurus mengantri dalam antrian berbeda bangsa.  Manusia dengan berbagai warna kulit hitam, putih, kuning, cokelat, abu-abu semua mengantri dalam satu antrian berbeda negeri. Manusia dengan pakaian aneka warna dan aneka model mengantri dalam antrian berbeda ras. Satu kesamaan, di tangan masing-masing memegangkelengkapan paspor dan visa untuk diperiksa.

Petugas imigrasi yang memeriksa kelengkapan dokumen di beberapa meja, terlihat tidak sabaran dan geregetan dengan beberapa jemaah yang bermasalah dengan dokumennya.  Sehingga mereka terpancing marah, mengomel dengan bahasa Arab disertai isyarat tangan yang menunjukkan kekesalan mereka. Alhamdulillah, walaupun sempat disela oleh rombongan negara lain yang bertubuh tinggi besar.  Pada saat giliran kami si petugas mendadak jadi ramah.  Tersenyum ramah, sambil menyapa: ”Haaa, Indonesia Selamat Datang! Apa kabar?!” dengan lidah terasa tebal sambil menyerahkan paspor, saya jawab, :”Alhamdulillah, bi khoir. Kayfa haluk?!” Dia terlihat senang, tersenyum lebar, mengangguk angguk dan tanpa ba bi bu. “Jegrek” paspor langsung dicap, tidak seperti jemaah dari negara lain yang diperiksa sangat teliti. ”Selamat datang!” Ujarnya, menyerahkan paspor yang sudah dicap sambil tertawa.

Menunggu bis penjemputan ke hotel di Mekah, semua berkumpul di ruang tunggu.  Saling bertanya, sudah waktu buka belum? Berapa menit lagi untuk berbuka? Semua tampak harap-harap cemas. Tak sabaran menunggu waktu berbuka yang tinggal menunggu menit. Beberapa dari kami bertanya kepada orang-orang yang diperkirakan penduduk Jedah. Jawabannya ternyata sama saja, I don’t know! Ma ’arif! Ternyata mereka juga sama-sama baru mendarat. Akhirnya, pukul 18.50 waktu Jeddah terdengar suara adzan sayup-sayup entah dari mana.  Segera, semua berbuka puasa. Menikmati seteguk demi seteguk air kemasan dengan tiga butir kurma yang disediakan di bandara. Kompak semua membuka kemasan alumunium berisi sejumput nasi, sepotong daging dan sesendok sayur yang dibagikan awak maskapai penerbagangan, sesaat sebelum mendarat tadi. Jemaah lelaki tentunya was-was dan riskan karena sejak di atas Yulamlam, harus sudah berpakain ihram. Takutnya sosis tunggal mereka ikut dilahap saking laparnya!

Semua tampak lega, wajah sumringah bahagia kembali tampak di wajah-wajah lelah tapi tak mau menyerah.  Ikhlas, berlapar, berhaus dahaga, berpuasa selama lebih kurang 18 jam! Alhamdulillah, bisa tamat berpuasa selama 18 jam lebih dengan perjuangan dan pengalaman yang tidak akan terlupakan sepanjang hayat!

 

20 April 2022

No comments:

Post a Comment