Wednesday, October 2, 2019

Toleransi

Relawan dari Australia di Selandia Baru membantu memandikan jenazah korban serangan teror Christchurch

Kamran Nasir sedang memberikan kuliah di sebuah  lembaga keuangan di Australia ketika seorang pria bersenjata membantai 50 orang selama shalat Jumat di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru. Dalam beberapa jam dia bergabung dengan sekelompok sekitar 60 sukarelawan dalam perjalanan mereka untuk memandikan para korban yang tewas, setelah bencana penembakan massal terburuk di Selandia Baru.

"Kami menerima teks ini : “mereka membutuhkan sukarelawan," Nasir, 35, mengatakan kepada Reuters.

"Dalam satu setengah jam saya berkemas dan kami berlari ke bandara untuk mengejar penerbangan," katanya, duduk bersama empat teman yang juga telah meninggalkan segalan pekerjaannya untuk menjawab permintaan bantuan tersebut.

Orang-orang yan berpengalaman dalam upacara pemakaman Islam, mereka orang-orang dari Brisbane yang terhubung dengan kelompok amal Brothers in Need adalah bagian dari kontingen yang ditarik dari Australia dan Selandia Baru untuk membantu komunitas yang kewalahan dengan jumlah mayat yang harus ditangani sesuai dengan ajaran Islam.

Mereka  menujukkan keihlasan hati yang  dan semangat kemurahan hati untuk memberikan bantuan  di kota yang dilanda tragedi kemanusiaan Jumat kemarin.

"Hal pertama yang terlintas di kepalaku adalah: Mereka membutuhkan kita," kata Nasir.

Dia tiba pada dini hari Sabtu, pada hari yang sama orang Australia, Brenton Tarrant, 28, seorang tersangka supremasi kulit putih, didakwa dengan pembunuhan atas pembunuhan tersebut. Tarrant dikembalikan tanpa permohonan dan akan kembali ke pengadilan pada 5 April di mana polisi mengatakan dia kemungkinan akan menghadapi lebih banyak dakwaan.

Mayoritas korban adalah migran atau pengungsi dari negara-negara seperti Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, Turki, Somalia, Afghanistan dan Bangladesh. Yang termuda adalah anak laki-laki berusia tiga tahun, lahir di Selandia Baru dari orang tua pengungsi Somalia.

Para korban yang wafat, setelah jenazah mereka dikeluarkan dari tempat kejadian, harus diperiksa oleh penyidik sebelum mereka siap untuk dimakamkan.

"Ini adalah proses spiritual, mempersiapkan tubuh untuk menuju kehidupan berikutnya," kata Taufan Mawardi, 38 tahun, salah satu rekan sukarelawan Nasir yang berasal dari Indonesia.

"Saya tidak pernah secara pribadi melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kejahatan dengan kekerasan, khususnya tubuh yang telah dilubangi dengan lubang peluru atau luka pisau atau apa pun itu. Jadi itu sedikit bertentangan juga, mengantisipasi seperti apa jadinya nanti. di sana, "katanya.

Delapan tim yang terdiri dari enam orang akan melakukan pekerjaan membersihkan dan memandikanjenazah sebelum dimakamkan.

"Anda mulai dari kepala, bergerak turun dari kanan ke sisi kiri, ke kaki. Mulut dan hidung harus dicuci," kata Nasir.

Para pejabat mengatakan mereka telah selesai mengotopsi satu tubuh dan bahwa mereka berharap untuk menyelesaikan pemeriksaan mereka terhadap 49 lainnya yang tewas sesegera mungkin.

"Meski emosional, kami punya jaringan dukungan yang sangat bagus," kata Nasir.

"Bagiku itu suatu kehormatan. Suatu kehormatan bisa memandikan jenazah para korban ini."

Reuters

No comments:

Post a Comment