“Cing pang bikinkeun kata kata,bisi orang tua
disuruh sambutan di acara
wisuda,alhamdulillah si reza di wisuda tgl 19,comlaude 3,98,si rezana terpilih
untuk pidato mewakili wisudawan.orang tuana bisi di titah naik untuk ngomong
tapi teu bisa sieun grogi.pangnuliskeun sedikit tong panjang panjang,bikin
ucapan terimakasih ka kampus jeung ka pengajar”. (Tolong buatkan konsep pidato, kalau-kalau
saya diminta memberikan sambutan dalam acara wisuda. Alhamdulillah si Reza
diwisuda tanggal 19, Cum Laude 3,98, si Rezana terpilih untuk berpidato
mewakili wisudawan, orangtua takutnya diminta naik panggung tapi takutnya gak
bisa ngomong. Tolong buatkan beberapa kalimat saja, ucapan terima kasih ke
kampus dan para pengajar”.
Pesan
melalui WA saya terima, sore hari.
Membuat mata saya berkaca-kaca. Bangga campur haru. Betapa tidak?. Orang yang mengirim WA
tersebut adalah anak bibi. Saya, tahu banget kondisi ekonomi dan keluarganya.
Sejak SMP dia sudah menjadi yatim piatu. SMA berjuang sendiri. Sewaktu SMA dia dengan temannya, tengah
malam sering mencuri-curi belajar menyetir mobil truk punya temannya. Karena,
untuk belajar mengemudi dengan les tidak mempunyai biaya. Dia minta temannya,
untuk mengajari mengemudi.
Setelah
berkeluarga dan mempunyai 3 orang anak. Berkah
keterampilan belajar mengemudi otodidak, dia bekerja sebagai sopir ekspedisi. Beberapa
kali pindah perusahaan, bahkan pernah menjadi sopir sebuah travel Bandung –
Jakarta. Namun, karena bangkrut travel tersebut. Dia harus menganggur lama dan
mencoba melamar menjadi sopir pribadi seorang pengusaha keturunan. Ekonomi
keluarganya sangat jauh dari layak. Tapi, berkah kejujuran dan kesabaran akhirnya
dia menjadi sopir pribadi pengusaha konveksi di Cimahi sampai sekarang.
Rumahna sangat
sempit beralaskan tanah, bahkan saat disurvey pada waktu anaknya akan
mendapatkan bea siswa dari ITB oleh pihak kampus. Mereka sampai
menggeleng-gelengkan kepala dan berdecak kagum.
Orangtua calonmahasiswa yang akan diberi bea siswa, benar-benar dari
keluarga tidak mampu. Walaupun begitu, bisa mendidik seorang anak dan lolos ke
ITB melalui bidik misi.
Rasanya belum
lama sewaktu SMP, saya melihat dia dibonceng motor GL butut Bapaknya. Berkah
hasil didikan Bapak-Ibunya yang mengutamakan adab dan karakter dan pengetahuan
agama. Anak ini sangat rendah hati, setiap berbicara selalu membungkukkan
badannya danmencium tangan orang yang lebih tua. Bersekolah di pesantren Darul
Falah, Cihampelas, Kab. Bandung Barat. Sebelumnya dia bersekolah di sebuah
pesantren modern, karena cerdas dia mendapatkan bea siswa di sekolah tersebut. Namun dia pindah sekolah, karena tidak suka
orangtuanya dikecewakan dan dibuat menangis oleh sekolah pertamanya.
Keadaan ekonomi
yang serba kekurangan, karena pekerjaan hanya seorang sopir. Serba susah dalam
segala hal, tidak menjadikan dia dan istrinya gagal dalam mendidik
anak-anaknya. Adiknya Reza, Firman
bahkan menjadi guru honorer di salah satu sakola swasta. Tidak jarang, honor
Firman yang tidak seberapa. Harus diberikan ke Reza. “Buat biaya kuliah Kang
Reza aja, dia lebih membutuhkan daripada saya!” kata Firman kepada Ibunya, Bi
Ika. Reza dan Firman harus berpuasa
Senin-Kamis untuk mengurangi biaya makan.
Mereka juga, membuka les belajar matematika dan fisika di rumahnya yang
kecil. Untuk nambah-nambah biaya kuliah. Anak-anak yang mengikuti les di Reza
sangat kerasan, karena dia mengajar dengan sabar dan gampang dimengerti.
Kemana-mana
sering saya lihat, dia selalu membawa buku bacaan. Daripada mengobrol dengan
teman sebayanya, dia lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca buku. Pernah satu kali dia mencoba memecahkan satu
soal matematika yang rumit. Dia tidak mau berhenti, terus mencari pemecahan
soal yang sulit itu. Dia cari rumusnya dan dia pecahkan dengan caranya sendiri
sampai ketemu. Reza pintar mengaji, setiap ada acara keluarga pasti dia
membacakan Al Quran sebelum acara dimulai.
Disuruh Pulang Sendiri dan Diancam Tidak Naik Kelas
“Urang mah pernah nyeri hate euy, basa Reza
keur SMA. Abong ka jelema teu boga Reza pernah diancam ku sakolana teu naek
kelas.” (Saya pernah sakti hati banget waktu si Reza di SMA).
“Kenapa
sampai diancam gak naik kelas Mang?” Tanya saya
“Gara-garana si Reza lolos seleksi olimpiade
tingkat Asia di Surya Institut BSD. Kusabab si Reza keukeuh hayang milu eta
olimpiade mawa ngaran sakola. Tapi, sakolana teu bisa ngajamin si Reza
bisa naek kelas. Harita kelas 2. Diancam teu naek kelas, sabab di Surya
Institut kudu milu karantina salila sabulan!” (Sebabnya si Reza kan lolos
seleksi olimpiade tingkat Asia di Surya Institut BSD. Si Reza, keukeuh pingin
ikutan olimpiade membawa nama sekolah. Tapi sekolahnya gak mau menjamin si Reza
naik kelas. Waktu itu kelas 2. Diancam tidak nak kelasm karena di BSD harus
ikut karantina selama satu bulan), Mang Wawan menjelaskan
“Terus?” Tanya saya, penasaran.
“Si Reza
merasa kecewa banget dan sakit hati. Sekolah
yang ingin diwakili nama baiknya, malah balik mengancam dia. Dia berangkat,
ikut karantina di BSD. Namun, karena sikap sekolahnya yang tidak mendukung. Si
Reza tidak bisa konsentrasi . Dalam
Olimpiade Tingkat Asia dia hanya mendapat peringkat ke-9 dari seratus
peserta dari seluruh Indonesia. Pulang dari tempat lomba, sekolahnya
tidak mau menjemput. Terpaksa dia pulang sendiri dengan uang seadanya. Sampai
di rumah dia menangis dalam pelukan ibunya. Sakit hati oleh perlakuan sekolahnya!”
Mang Wawan, terhenti kalimatnya. Matanya berkaca-kaca, air mata keluar dari
sudut matanya. Mata saya ikut basah.
"Isukna dianteur indungna ka sakola. Sapada
harita menta pindah sakola. Untungna SMA Darul Falah di Cihampelas daek
narima kalawan dibere bea siswa. Malahan dibere sagala rupana keur kaperluan
sakola. Pokona mah gratis sagalana. Teu mayar saperak-perak acan.
Alhamdulilah taun eta keneh ngawakilan SMA Darul Falah,milu Olimpiande Sains
tingkat Nasional (OSN). Jadi juara ka-1 sakabupaten. Noron terus juara ka-1
tingkat Provinsi, disambung jadi juara ka-2 tingkat nasional di NTB. Pokona
mah,urang reueus pisan euy!” (Keesokan harinya, diantar oleh ibunya dia
minta pindah dari sekolah tersebut.
Untunglah pesantren Darul Falah, yang juga memiliki SMA di Cihampelas,
Kabupaten Bandung Barat bersedia menerimanya.
Bahkan, si Reza diberi bea siswa, seragam, peralatan sekolah. Pokoknya
gratis semua. Gak bayar sepeser pun. Alhamdulillah, masih tahun yang sama
mewakili SMA Darul Falah, ikut Olimpiade Sains tingkat Nasional (OSN). Si Reja
berhasil meraih juara ke-1 tingkat
Kabupaten, juara ke-1 tingkat Propinsi dan juara ke-2 tingkat Nasional di
NTB. Pokokny say amerasa sangat
bersyukur dan bangga dengan si Reza!” Mang Wawan berbicara panjang lebar.
Mahasiswa Bidik Misi di ITB
Lulus dari
SMA, Reza mendaftar ke ITB melalui program Bidik Misi. Lulus, tanpa syarat. Bahkan,
saat disurvey ke rumahnya. Tim surveyor hanya bisa menggelengkan kepala. Rumah
kecil dengan kondisi lantai setengah tanah. Di depan rumah, motor GL butut
berwarna hitam kusam teronggok, untuk menemani Mang Wawan berangkat kerja.
Selama di ITB, Reza setiap semester dipastikan menjadi
juara dan membuktikan dia mahasiwa unggulan. Bahkan tahun 2018, dia terpilih
mengikuti program KAIST di Korea. Piagam dan sertifikat memenuhi dinding kuning
kusam rumah Mang Wawan gelap dan lembab. Mungkin karena kecerdasan dan
prestasinya, oleh dosen seringkali Reza dibawa ke proyek penelitian di seluruh
Indonesia. Malah beberapa kali mewakili ITB mengikuti seminar, pelatihan dan
penelitian.
Terbukti
bukan kaya miskinnya seseorang, bukant tingginya jabatan yang menjadikan baik
buruknya seseorang. Mang Wawan dan
istrinya Bi Ika yang keduanya hanya
lulusan SMA dengan ekonomi serba kekurangan. Berhasil mendidik anak-anaknya .
Bahkan, Reza, berhasil menjadi wisudawan ITB terbaik 2019. Cum laude dengan IPK
3,98. Keberhasilan, mereka selalu saya
jadikan contoh untuk anak-anak. Kalau kita berusaha keras, tanpa lelah, fokus
dan tidak melupakan yang Maha Kuasa, Allah SWT. Pasti berhasil.
DESS2019
dessulaeman.blogspot.com
Assalamualaikum mas, punya nomor kontak mhs ini, kebetulan saya juga alumni fisika 1994. Ingin menawarkan dia kuliah S2 di NUS singapura. Sayang ipk segitu kalau tidak masuk ke kampus tsb. Kebetulan dosen disana ada juga alumni fisika 94. Bisa kirim email ke alamat ini prof dr andrivo rusydi. Ph.D. Tolong beritahu email saya ke beliau: phyandri@nus.edu.sg
ReplyDeleteMohamad Reza Nurrahman 085706068252
DeleteKalo dia yg mohon maaf tidak punya banyak uang bisa dpt IPK segitu di ITB pula.. kenapa aku yg sama2 bidikmisi cuma dpaat 3. D UGM
ReplyDeleteKadang aku merasa bodoh.. hemmm
Insya Allah, yang penting barokah ilmunya
Delete