Mengajar bukan Mendidik.
Mengajar dan mendidik itu berbeda. Mengajar artinya kita hanya
sebatas menyampaikan materi tanpa memperdulikan perubahan sikap dan karakter
siswa. Mendidik harus mampu melihat gaya pandang kita dari gaya mata siswa. Minimal,
melihat semua perilaku siswa dari kaca mata pada saat kita seusia mereka.
Mengajar itu mudah, yang sulit itu mendidik. Misal, seekor beruk yang tidak punya akal mudah
diajari untuk memetik kelapa. Tapi, mendidik
beruk itu agar merubah sikap dan karakter itu pasti sulit dilakukan. Mendidik
harus mampu merubah siswa yang asalnya tidak baik menjadi baik. Yang asalnya
tidak berbudi pekerti menjadi beradab, sopan, santun, beretika dan menjadi
soleh tentunya.
Bila, ada siswa yang nyeleneh berpakaian aneh-aneh,
jangan lantas dicap nakal, bandel atau melawan aturan. Lebih baik, sapa dengan ramah dengan senyuman
memaklumi. Waktu kita seusia mereka
dahulu, pasti juga pernah melakukan hal-hal yang aneh, caper, ingin terlihat gagah oleh teman. Bahkan, mungkin pernah juga bersikap,
berpakaian dan berperilaku aneh karena sedang mengincar gebetan di kelas. Kita
maklumi usia SMP adalah masa juvenile adolescent, masa puber. Masa dimana
mereka mencari jati diri, masa yang penuh dengan perubahan hormone yang
mempengaruhi sifat dan perilaku mereka.
So, kita santai ajalah menyikapi perilaku seorang siswa yang mungkin tidak berkenan dengan perasaan dan keinginan kita. Sebagai “orangtuanya” di sekolah, tidak harus marah dan mendendam terhadap perilaku murid yang aneh-aneh. Lebih baik, sikapi dengan senyum, rangkul dan sentuh jiwa mereka. Ikatkan tali batin kita dengan batin mereka. Sehingga jiwa-jiwa polos yang sedang mencari jati diri itu terbuka hatinya. Bisa membedakan mana benar, mana salah, mana hitam, mana putih, mana baik, mana buruk.
Hidup kita sendiri sudah cukup sulit memikirkan
anak-istri kita, ngapain dibuat tambah susah dengan bersikap julid terhadap anak
didik kita. Nikmati, dan masuklah ke dalam dunia mereka. Kamu akan merasakan,
seperti kita rasakan pada saat seusia mereka. Sayangi mereka dengan tulus,
seperti menyayangi anak-anak kita. Niscaya, mereka juga akan mencintai gurunya
seperti mereka menyayangi ayah ibunya. Kalau pun, kita marah. Marahlah,
tapi sewajarnya aja. Sebagai pembelajaran dan teguran kepada mereka agar mereka
menyadari kesalahannya. Tapi, maafkanlah mereka. Seperti kita memaafkan
anak-anak kita pada saat berbuat kesalahan.
16.08.2019
Dessulaeman
Dessulaeman
No comments:
Post a Comment