1992
Ibu itu tertunduk lesu, sendu di depan pintu kamar mandi. Hampir menangis. Wajahnya pucat, penuh rasa khawatir. Saat di dekati, Ibu itu bercerita dengan terbata-bata.
"Setiap kali saya mau berwudhu, mandi bahkan buang air kecil. Kenapa ya air keran seperti macet. Airnya gak keluar", ujarnya.
Padahal sebelumnya dia mendengar gemericik air pada saat orang lain berada di dalam kamar mandi. Diapun melihat, bahwa setiap orang yang keluar dari kamar mandi. Terpancar rasa segar bugar, dengan wajah tersenyum. Rambut dan tubuh atau baju mereka basah.
Cuma bisa garuk-garuk kepala. Gak bisa ngasih komen. Lalu minta ijin, untuk masuk ke kamar mandi karena kebelet. Aneh, air segini banyaknya koq dibilang kering? Hati berbisik pada diri sendiri. Saat keluar dari pintu kamar mandi, Ibu itu masih berdiri di depan pintu kamar mandi sebelah kiri.
"Ibu, coba beristigfar...barangkali ada sesuatu hal yang kurang baik sering dilakukan Ibu sewaktu di tanah air!" saran saya kepada Ibu itu. Karena tidak kuat, menahan rasa iba melihatnya yang terus kebingungan.
Menurut. Bibirnya pun beristigfar berulang-ulang, dengan pandangan kosong menerawang. Alhamdulillah, Allah membukakan hati Ibu itu. Tak lama kemudian, dia pun terisak-isak menangis. Memohon ampun kepada sang Khalik.
Dia mengakui, di desanya dia mempunyai sawah yang cukup luas. Panen bisa tiga kali dalam satu tahun karena dilewati saluran irigasi di bagian atasnya. Jarang sekali dia memberikan aliran air, ke sawah milik orang lain. Kecuali, bila sawahnya telah dipenuhi dan tercukupi airnya. Barulah air dialirkan ke sawah milik orang lain. Itu pun tetap kudu melewati sawahnya terlebih dahulu.
Wallohu a'lam bi showab
No comments:
Post a Comment