Tadinya tidak
terpikirkan, menjemput dan mengawal para peserta long march Ciamis-Jakarta di
Malangbong. Saat ada keperluan di
Cibatu, pukul 15.40 WIB, membaca update
info di facebook bahwa rombongan sudah tiba di
mesjid Agung Malangbong. Tertarik dan
panggilan hati, ingin memberi dukungan moril kepada mereka. Via Sasakbeusi,
menuju Malangbong. Perasaan dan hati
dibuat bangga dan sejuk. Betapa tidak, di sepanjang tepi jalan tampak
masyarakat berkerumun di setiap
sudut. Anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak,
kakek-kakek, nenek-nenek semua bersiap menyambut, lengkap dengan makanan dan
minuman bahkan buah-buahan.
Di Lewo, berhenti
sejenak. Mendekati kerumunan itu dan memasang kamera kecil. Saat ditanya mengapa mereka melakukan hal
itu? Jawaban mereka:”Lillahita’ala, demi Allah, demi agama saya, demi membela Al
Quran yang telah dinistakan”.
“Ini murni dari ham ba
Allah, bukan dari partai politik yang ditudukan si penista! Kami tidak bisa
ikut long march. Tapi, kami ingin mendukung mereka. Tukang tahu, menyumbang
tahu. Tukang emplod, tukang tempe, tukang kerupuk, tukang roti, tukang
bala-bala. Bapak lihat sendiri, ini di depan. Semua sumbangan sukarela. Ikhlas,
gak ada yang membayar!”, jawab mereka.
Subhanallah. Bulu kuduk merinding, ada yang tersekat di
tenggorokan. Mereka rakyat biasa, begitu
rela berkorban. Demi keyakinan dan keimanan mereka yang diinjak-injak dan
dinistakan. Mereka rela berkorban dan
sudah berdiri di sana, lebih kurang 1,5 jam. Padahal rombongan long march, baru
tiba di mesjid Agung Malangbong dan rehat dengan sholat magrib. Perjalanan baru akan dilanjut bada sholat
Magrib.
Tiba di mesjid Agung
Malangbong, suasana seperti malam takbiran.
Setiap melewati kerumunan orang-orang gema takbir dan kepalan tangan
terangkat selalu terucap. Tegas tanpa rasa ragu. Tampak beberapa ada yang makan
nasi bungkus berdua, bahkan ada yang bertiga sambil duduk bersandar ke
tembok. Belakangan mendapat informasi
dari koordinator konsumsi, bahwa makanan, snack, ari kemasan, obat-obatan lebih
dari cukup sumbangan sukarela dari masyarakat yang terlewati rombongan. Yang
kurang adalah untuk nasi
bungkus/box. Untuk nasi bungkus/box
sering mengalami keterlambatan karena langsung didrop dari pesantren di
Ciamis!!! Namun peserta tidak mengeluh,
saat di Malangbong mendapatkan sumbangan 300 nasi bungkus dari masyarakat
setempat. Mereka rela berbagi dengan teman-temannya! Subhanallah!
Untuk makanan kemasan
seperti biskuit atau roti dan air kemasan lebih dari cukup. Bahkan, mobil
feeding kewalahan untuk mengangkut semua itu. Alternatifnya koordinator
konsumsi harus mendatangkan dump truck yang besar, untuk mengangkut semua
konsumsi yang disediakan masyarakat sepanjang Ciamis-Malangbong. Pastinya akan
terus bertambahan selama perjalanan ke Jakarta. Yang mengiris hati diantara
makanan kemasan tampak juga makanan tradisional seperti cuhcur, ali agreg,
burayot, rangginang, emplod, ladu, bahkan air kopi panas yang dimasukan plastik
ada di sana! Yang pasti semua makanan
tradisional tersebut diolah olah rakyat kebanyakan, rakyat miskin, rakyat yang
tidak rela kitab sucinya dihina dan ingin membela dengan cara mereka.
Kumandang adzan magrib
bergema! Wajah-wajah yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah tapi dengan
sorot mata penuh semangat itu langsung mengambil air wudhu. Tidak sampai 2 menit, kerumunan jemaah lebih
dari 2000 orang tersebut (plus mukimin). Langsung berbanjar rapi. Tanpa harus
berteriak-teriak ala polisi yang kemarin sempat melarang mereka PO bus agar
tidak menyewakan bus kepada mereka. Mereka tertib rapih, merapatkan barisan
menghadap kiblat, rapi makmum hanya sesaat setelah mendengar suara iqamat.
Selama sholat, tidak
terasa mata basah. Alhamdulillah, bisa ikut berjamaah bersama mereka. Terasa
atmosfer ghirah izzatul Islam yang kental. Khusu dan penuh kesyahduan. Setelah
membaca salam, air mata makin basah saat para santri tersebut bersalaman sambil
mencium tangan saya penuh hormat. Padahal saya tidak mengenal mereka. Mereka
tidak mengenal saya. Akhlak mereka begitu santun, saat melewati orang yang
lebih tua mereka berjalan membungkuk, merendahkan tubuhnya dengan posisi tangan
lurus ke bawah menyentuh lutut.
Hujan turun gerimis
saat meninggalkan mesjid Agung Limbangan, agar dapat mengambil gambar yang
bagus. Lebih kurang 6 km dari alun-alun
Malangbong, berhenti di sebuah warung untuk menyantap mie sambil menunggu
rombongan, buang air kecil dan ngopi. “Paling perkiraan memakan waktu satu jam
dari Malangbong ke sini!” kata si Bapak pemilik warung. “Bapak yakin? Saya perkirakan
paling 30 menit. Kan hanya 6 km!” bantah saya. Tapi, saya dan istri dibuat
terpelongo belum lima belas menit duduk sambil menikmat mie rebus. Tiba-tiba
dari arah timur mobil polisi yang mengawal sudah tiba. Polisi memberlakukan
jalur satu arah. Kendaraan dari arah Malangbong diminta menepi.
Tidak sampai lima
menit kemudian, dalam guyuran hujan yang makin deras. Tampak rombongan muncul
dari arah Malangbong! Hanya 20 menit! Mereka bertakbir, bersholawat menembus
hujan dengan hanya berlapiskan jas hujan plastik keresek. Beriringan, sebagian
ada yang berpegangan tangan, sebagian ada yang membawa tongkat. Sebagian ada
yang menggandeng temannya. Tidak henti, mobil ambulan dan mobil evak yang
mengikuti rombongan. Memberikan pengarahan kepada para peserta yang sudah tidak
kuat berjalan jangan memaksakan, silakan naik mobil yang kedua lampu daruratnya menyala. Tapi
yang minta dievak bisa dihitung dengan jari. Mayoritas mereka tetap berjalan,
bahkan ada yang setengah berlari menembus hujan deras.
Menuju ke Warung
Bandrek,Kersamanah di sepanjang jalan tampak masyarakat menyemut. Lebih
heboh
daripada tadi sore saat mereka menunggu rombongan. Makanan dan minuman yang disediakan mereka
makin banyak. Seorang nenek, berdiri di antara kerumunan masyarakat. Di tangannya
tampak dia memegang sebungkus emplod (makanan khas lewo dari singkong). Seorang
Bapak sibuk, menyeduh kopi panas di gelas plastik dan memberikan dengan penuh
kasih sayang serta doa kepada setiap peserta yang melewatinya!
Suasana sangat Islami,
tulus, ihlas dan penuh dengan ruh ukhuwah Islamiyah.
Berkali-kali saya dan istri menyeka air mata saat menyaksikan mereka di
sepanjang perjalanan. Allahu Akbar!
Ya Allah, saksikanlah kami
ridho Engkau menjadi Tuhan kami. Aku
ridho Islam menjadi agama kami. Kami ridho Nabi Muhammad S.A.W. menjadi Rosul
kami, kami rela Al Quran menjadi kitab suci kami! Jauhkan kami dari orang-orang
munafik, yang lebih ridho kaum kafir jadi pemimpinnya dan menyangkal kebenaran
kalam-Mu. Amiiin....
No comments:
Post a Comment