oleh; Deny Suwarja
Pada saat kami datang ke kota
Mekah, pada malam 17 Ramadhan 1432 Hijriah, mesjid Haram yang luasnya lebih
dari 36,6 hektar tersebut dipadati jutaan manusia. Tiap ruangan mesjid, koridor di dalam mesjid.
Bahkan halaman mesjid yang luasnya
puluhan kali dari luas lapangan sepak bola, sudah dipadati manusia. Mulut-mulut
mereka tak henti melantunkan ayat-ayat suci Al Quran. Seolah mereka tak mau
menyia-nyiakan setiap detik dari kesucian bulan Ramadhan dan kesucian Mesjid
Haram, tak rela sedetik pun untuk tidak beribadah. Sehingga, dalam posisi duduk,
selonjoran, rebahan, bersandar bahkan sambil berdiri tangan mereka tak lepas
dari Al Quran, mulut mereka pun tak henti membaca ayat suci Al Quran. Siang dalam keadaan haus dan lapar karena
berpuasa, bukan berarti mulut mereka berhenti untuk membaca ayat suci. Malam dalam keadaan kantuk yang teramat
sangat menyerang dua kelopak mata, mereka terus beribadah dengan segala cara.
Berbeda dengan yang berada di
dalam mesjid. Lautan manusia di
pelataran Ka’bah, menyemut terpusat mengelilingi Ka’bah. Gerakan titik-titik putih
adalah kaum muslimin yang berpakaian ihram dan titik-titik hitam adalah kaum
muslimah. Bergerak perlahan, berlawanan arah jarum jam mengelilingi Ka’bah.
Bergerak serempak cepat pada saat melewati hijir Ismail, kemudian melambat
bahkan sepersekian detik hampir berhenti hanya karena lautan manusia tersebut
sesaat melakukan Isti’lam. Mengangkat tangan, dan memberi kecupan jauh, sudah
cukup membuat antrian jutaan manusia di belakangnya tersendat sepersekian
detik. Lautan jutaan manusia yang seperti sudah seperti aliran air tersebut
bergerak bersama mengelilingi Ka’bah 7 kali putaran. Takbir, tasbih dan tahmid serta do’a-do’a
terbaik sepanjang kaki melangkah memutari Ka’bah terus terucap dari mulut para
jemaah.
Pada saat Tawaf inilah kita bisa meyakinkan diri dalam Al Quran, Surat Al
Hujrat ayat 13: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS.
Al-Hujurat:13)”. Tidak ada perbedaan
suku bangsa atau ras. Tidak ada perbedaan warna kulit, manusia berkulit hitam legam, berkulit
putih, berkulit kuning, berkulit merah, bahkan berkulit abu-abu semua sama mengumandangkan
takbir,tasbih dan tahmid yang sama. Semuanya menyatu berpadu dalam kekhusuan
yang syahdu dengan lontaran bahasa aneka rupa. Tapi, tetap saling menghormati,
saling menolong, saling membantu saling lempar senyum penuh kedamaian dan
persaudaraan.
Tenggelam dalam lautan manusia yang bergerak bersama, tidak menjadikan kita saling dorong, saling sikut atau saling injak. Yang ada malah saling jaga untuk melindungi mereka yang lemah. Secara serempak bila ada kursi roda di tengah mereka, kita saling memberikan isyarat dan merentangkan tangan. Agar aliran manusia di belakang, tidak melindas kursi roda yang diduduki hamba Allah yang sudah teramat lemah karena usia atau karena tidak mampu berjalan. Anak-anak kecil yang baru bisa berjalan sampai yang sudah berlari, ikut hanyut bergeraka dituntun orang tuanya, tanpa takut terinjak oleh manusia dewasa. Para orangtua, dengan tenangnya memangku bayi mereka, menggendong, bahkan memunggu buah hati mereka di pundak. Tanpa rasa takut, jejalan manusia yang seperti buih lautan di tepi pantai. Sengatan matahari dengan suhu hampir 39 derajat tidak lagi terasa panas. Yang terasa justeru sebalik, hati terasa sejuk, damai tak bisa diceritakan dengan kata-kata.
Gerakan gelombang
jutaan manusia, serempak melangkah pelan mengelilingi Ka’bah. Kiblat
umat Islam, bangunan berbentuk kubus dengan ukuran panjang 13 meter, lebar 11
meter dan tinggi 12 meter yang ditutupi
kain beludru hitam yang disebut Kiswah. Ka'bah bukanlah benda yang disembah tetapi merupakan tempat ibadah dan kiblat bagi umat Islam. Ka'bah hanyalah sebuah bangunan suci yang dibuat oleh manusia. Riwayat menyebutkan Ka’bah adalah
bangunan yang pertama kali dibangun oleh Adam kemudian dilanjutkan oleh anaknya
yang bernama Syist. Ketika terjadi banjir besar di masa Nabi Nuh, kabahpun ikut
rusak dan hilang terbawa air banjir. Kemudian di zaman Nabi Ibrahim, Allah
memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangunnya kembali. Makanya, lebih kurang 10
meter dari Ka’bah terdapat maqam Ibrahim. Bukan makam yang berate kuburan, tapi
maqam, yaitu tempat bekas telapak kaki Nabi Ibrahim pada waktu membangun Ka’bah. Hal ini perlu dijelaskan, karena banyak yang
masih berpikiran bahwa maqam Ibrahim adalah makamnya nabi Ibrahim (;p). Di bawah Multazam (pintu Ka’bah) terdapat
batu hitam, yang merupakan tempat malaikat Jibril mengajarkan tata cara wudhu
dan sholat kepada Rasulullah Muhammad S.A.W.
Harum semerbak, tercium dari jarak sekitar sampai 5 meteran, karena pasca pandemi. Sekeliling Ka’bah dihalangi barrier berwarna putih berjarak 2 meter dari dinding Ka’bah. Sisi positifnya, jemaah tidak terlalu terpusat dan berebut untuk mencium Hajar Aswad dan Multazam. Namun, dibuatnya barrier tersebut tidak menjadikan berkurangnya kekhusuan umat muslim untuk bertawaf. Tidak menjadikan mereka untuk menghentikan shalat di sekitar maqam Ibrahim. Kabah dan maqam Ibrahim, adalah tempat mulia untuk melakukan perintah Allah seperti tercantum dalam Al Quran, surat Al Baqarah ayat 125: ”Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".
Kita tenggelam dalam keheningan diri, komtemplasi
yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus berkonsentrai. Langkah kaki pendek dan pelan terus bergerak
mengeliling Ka’bah, yang tertutup hitamnya kain Kiswah yang semerbak wangi oud. Dada terasa sesak karena rasa haru dan
bahagia tak terhingga. Mata lurus ke depan menatap keagungan dan kemuliaan Ka’bah.
Di tengah lantunan tasbih, tahmid dan takbir yang keluar dari jutaan mulut. Air mata tak terasa membasahi kedua pipi, mulut
terus mengucapkan tasbih, tahmid dan takbir serta sholawat kepada Rasul dan
para sahabatnya terus mengalir dari mulut para jemah. Dalam isakan dan tangisan,
dalam sujud di Maqam Ibrahim, terselip doa kepada Sang Maha Pencipta, agar ayah
ibu, anak, istri, saudara serta semua kaum mukminin dan mukminat diberikan
keselamatan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Aamiin….
No comments:
Post a Comment