Saat menikmati
perjalanan Jakarta - Jedah dengan maskapai penerbangan Lion Air JT 1112 yang memakan
waktu kurang lebih 9,5 jam. Rombongan
dalam pesawat yang akan melakukan umroh praktis harus berpuasa lebih kurang 18
jam. Hal itu terjadi
karena pesawat menuju ke arah Barat, yang mau tidak mau menambah perjalanan waktu. Karena penerbangan searah dengan arah perjalanan perputaran
bumi. Jadi seolah-oleh kita mengejar
dengan tenggelamnya matahari.
Saat awak pesawat membagikan jatah makan siang, terlihat
hanya satu atau dua orang yang tidak berpuasa (ruhsoh) dan menyantap makanan tersebut. Namun, Alhamdulillah secara umum semua memilih
untuk tetap berpuasa. Waktu terasa
berlalu sangat lambat. Pada saat melihat jam tangan menunjukkan pukul 17.30,
seorang teman yang duduk di sisi pesawat membuka jendela pesawat. Tampak, matahari
masih tertawa, terang benderang. Padahal kalau di Indonesia sudah pasti matahari
sudah redup, tenggelam di ufuk barat.
Mulut dan
bibir sudah kering, tenggorokan benar-benar merasakan rasa haus yang amat super
duper dahaga. Air ludah mengental dengan sendirinya, Cairan di dalam mulut
terasa lengket. Karena kelenjar parotis, sublingual dan kelenjar submandibular tidak mampu lagi menghasilkan saliva. Namun berkah ketabahan. Semua tetap bertahan dan tabah
terus berpuasa, paling saling tersenyum dan menunjukan ke tenggorakan
masing-masing. Padahal kalau iman mereka tipis atau dengan alasan ruhsoh. Bisa saja mereka makan dan minum, karena sebelumnya
awak pesawat membagikan nasi box untuk berbuka puasa dan segelas air
kemasan. Tapi, tak seorang pun yang
membuka dan menyantapnya. Semua tetap khusu berpuasa, bersabar, mengisi waktu dengan tadarus membaca Al Quran.
Pukul
17.45 pesawat mendarat di Jeddah seharusnya sudah magrib, tapi tetap masih
terlihat cukup terang. Diangkut bus bandara menuju ke ruang imigrasi untuk
pemeriksaan paspor dan visa. Saat
turun dari pesawat dan bus bandara. Jemaah membawa tas tentengannya
masing-masing, yang dipastikan tidak
ringan. Minimal membawa tas yang berisi pakaian dan bekal makanan ringan untuk
berbuka. Dalam kondisi berpuasa yang sudah melewati batas waktu kebiasaan. Dipastikan tubuh sudah dalam titik yang
paling lemah. Beberapa jemaah, bahkan menggusur atau menyeret tas tentengannya
di atas lantai menuju ruang pemeriksaan. Saat memasuki ruang imigrasi, tampak antrian berderet
sangat panjang di depan beberapa meja imigrasi yang dihalangi kaca mika.
Suasananya
di bandara terlihat sangat kikuk, hirup pikuk dan penuh tekanan mendadak yang
tidak diperkirakan sebelumnya dengan jumlah kedatangan manusia yang begitu
membludak dan mendadak. Antrian bertumpuk, akhirnya beberapa meja pemeriksaan
imigrasi dibuka mendadak untuk mempercepat proses. Manusia yang berpostur tubuh
tinggi besar, kurus tinggi, pendek kekar, pendek kurus mengantri dalam antrian
berbeda bangsa. Manusia dengan berbagai warna kulit
hitam, putih, kuning, cokelat, abu-abu semua mengantri dalam satu antrian
berbeda negeri. Manusia dengan pakaian aneka warna dan aneka model mengantri
dalam antrian berbeda ras. Satu kesamaan, di tangan masing-masing memegangkelengkapan
paspor dan visa untuk diperiksa.
Petugas imigrasi yang memeriksa kelengkapan dokumen di
beberapa meja, terlihat tidak sabaran dan geregetan dengan beberapa jemaah yang
bermasalah dengan dokumennya. Sehingga mereka
terpancing marah, mengomel dengan bahasa Arab disertai isyarat tangan yang
menunjukkan kekesalan mereka. Alhamdulillah, walaupun sempat disela oleh rombongan
negara lain yang bertubuh tinggi besar. Pada
saat giliran kami si petugas mendadak jadi ramah. Tersenyum
ramah, sambil menyapa: ”Haaa, Indonesia Selamat Datang! Apa kabar?!” dengan
lidah terasa tebal sambil menyerahkan paspor, saya jawab, :”Alhamdulillah, bi
khoir. Kayfa haluk?!” Dia
terlihat senang, tersenyum lebar, mengangguk angguk dan tanpa ba bi bu. “Jegrek”
paspor langsung dicap, tidak seperti jemaah dari negara lain yang diperiksa
sangat teliti. ”Selamat datang!” Ujarnya, menyerahkan paspor yang sudah dicap
sambil tertawa.
Menunggu bis penjemputan ke hotel di Mekah, semua
berkumpul di ruang tunggu. Saling bertanya, sudah waktu buka
belum? Berapa menit lagi untuk berbuka? Semua tampak harap-harap
cemas. Tak sabaran menunggu waktu berbuka yang tinggal menunggu menit. Beberapa
dari kami bertanya kepada orang-orang yang diperkirakan penduduk Jedah. Jawabannya ternyata sama saja, I
don’t know! Ma ’arif! Ternyata mereka juga sama-sama baru mendarat. Akhirnya, pukul 18.50 waktu Jeddah terdengar suara adzan sayup-sayup entah dari mana. Segera, semua berbuka puasa. Menikmati seteguk
demi seteguk air kemasan dengan tiga butir kurma yang disediakan di bandara. Kompak
semua membuka kemasan alumunium berisi sejumput nasi, sepotong daging dan
sesendok sayur yang dibagikan awak maskapai penerbagangan, sesaat sebelum mendarat
tadi. Jemaah lelaki tentunya was-was dan riskan karena sejak di atas Yulamlam,
harus sudah berpakain ihram. Takutnya sosis tunggal mereka ikut dilahap saking
laparnya!
Semua tampak lega, wajah sumringah bahagia kembali tampak
di wajah-wajah lelah tapi tak mau menyerah.
Ikhlas, berlapar, berhaus dahaga, berpuasa selama lebih kurang 18 jam!
Alhamdulillah, bisa tamat berpuasa selama 18 jam lebih dengan perjuangan dan
pengalaman yang tidak akan terlupakan sepanjang hayat!
20 April 2022
No comments:
Post a Comment